KoranMandala.com -Jajang Sanaga, perwakilan dari Masyarakat Adat Sanaga Tasikmalaya, meluruskan pandangan yang dinilai kurang tepat tentang masyarakat adat. Dalam wawancara, ia menyampaikan bahwa masyarakat adat tidak anti terhadap agama Islam maupun pembangunan. Menurutnya, selama ini ada kesan keliru yang menggambarkan masyarakat adat sebagai kelompok tertutup dan anti-sosial.Tasik
“Kami selalu menjaga hubungan baik dengan semua pihak dan menjaga lingkungan tetap harmonis,” ujar Jajang kepada wartawan di Bandung Sabtu 2 November 2024. Ia menekankan bahwa masyarakat adat Sanaga selalu membuka diri dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat umum.
Jajang menjelaskan, masyarakat adat bukan anti-pembangunan, bahkan ingin berperan aktif dalam proses pembangunan. Namun, mereka tetap berpegang teguh pada nilai dan norma yang diwariskan leluhur. “Kami ingin jadi bagian dari dinamika pembangunan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai norma yang kami miliki,” tegasnya.
Perlawanan Masyarakat Adat, Menanti Pengesahan RUU Masyarakat Adat
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara masyarakat adat dan para ulama. Menurut Jajang, peran para ulama sangat dihormati sebagai pembina masyarakat, dan ia berharap hubungan baik ini terus terjalin. “Bahu membahu dengan masyarakat umum untuk mewujudkan daerah yang gemah ripah repeh rapih, bersatunya ulama dan perangkat masyarakat adat akan membawa banyak kebaikan,” ujarnya.
Masyarakat adat Sanaga, lanjut Jajang, tetap menjalankan prinsip tata lampah (etika hidup), tata wilayah (aturan wilayah), dan tata wali (prinsip spiritual). Ia meyakini bahwa prinsip-prinsip ini menjaga keharmonisan manusia dengan lingkungan, sehingga dapat menjamin kelestarian hidup bagi semua penghuni wilayah tersebut.
Menjaga tatanan sosial dan kelestarian lingkungan, menurut Jajang, adalah ajaran yang sejalan dengan nilai-nilai agama mana pun. “Nilai-nilai ini berlaku di setiap masyarakat dan negara serta dianut oleh penganut agama mana pun,” tutupnya.