Cicadas Semakin Padat
Pada era Republik Indonesia, de Preangerbode edisi 9 Februari 1952 melaporkan bahwa Pemerintah Kota Bandung memperluas kawasan Pasar Cicadas.
Perluasan ini latar belakangnya karena semakin banyaknya pendatang yang menetap di Cicadas, serta peningkatan kepadatan lalu lintas di Jalan Raya Timur Bandung (yang sebelumnya adalah Jalan Raya Pos, dan kini menjadi Jalan Ahmad Yani).
Berita tersebut menggambarkan perubahan signifikan di kawasan Cicadas Bandung, yang sebelumnya tenang, menjadi area dengan populasi yang semakin besar.
Di jalur Jalan Raya Timur-Cicadas, dibangun 31 toko baru, kantor pos, pos polisi, gudang baru, serta dilakukan perbaikan pada jalur selokan.
Untuk keperluan pembangunan dua fasilitas terakhir ini, Pemerintah Kota Bandung membeli sejumlah tanah pribadi.
Berdasarkan pemberitaan dari surat kabar yang terbit pada tahun 1951, 1952, 1953, dan 1962, pada masa tersebut dilaporkan terjadi kelaparan di Jawa Barat, khususnya di Indramayu dan Cirebon, serta di beberapa kabupaten di jalur selatan Jawa Tengah, akibat paceklik panjang.
Akibatnya, banyak penduduk yang merantau ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan. Urbanisasi besar-besaran tampaknya mulai pada periode ini.
Surat kabar berhaluan kiri, De Waarheid, yang terbit pada 14 Agustus 1953, melaporkan bahwa empat golongan pekerja hotel dan restoran di Indonesia mengadakan kongres bersama di Cicadas dan membentuk Serikat Buruh Makanan dan Minuman (Seimami).
Dengan lebih dari 500 anggota, Seimami menyatakan bergabung dengan SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), yang dikenal sebagai organisasi buruh yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Menyusul terulangnya kondisi paceklik pangan untuk kedua kalinya, AID de Preangerbode pada 16 Februari 1956 melaporkan bahwa di Desa Antapani, bagian dari kawasan Cicadas, sejumlah partai lokal dan organisasi telah mempersiapkan gudang beras untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pangan kembali.