KoranMandala.com -Sebelum adanya perluasan Kota Bandung, kawasan Cicadas pada masa lalu sempat berperan sebagai “gerbang” kota.
Di kawasan ini terdapat jalur jalan raya yang menghubungkan daerah timur dengan persimpangan ke selatan, tepatnya di Stasiun Kereta Api Kiaracondong.
Hingga saat ini, jalur tersebut masih terpakai sebagai akses utama bagi masyarakat urban yang mencari nafkah di Kota Bandung.
Kelurahan Cicadas Akan Rehabilitasi Gorong-Gorong di Jalan Ahmad Yani untuk Cegah Banjir
Penelusuran sejarah Cicadas Bandung melalui berbagai sumber, termasuk arsip dari Delft University of Technology Belanda dan arsip surat kabar di Koninklijke Bibliotheek Delpher Belanda.
Kawasan ini telah terkenal sejak era kolonial Belanda, dengan berbagai aktivitas yang terjadi pada tahun 1950-an.
Pada masa itu, Cicadas berkembang menjadi kawasan padat penduduk, mulai dari jalan utama yang awalnya bernama Groote Postweg, lalu berubah menjadi Jalan Raya Timur, dan kini terkenal dengan nama Jalan Ahmad Yani.
Dalam peta Kota Bandung edisi Inggris tahun 1945, yang arsipnya ada di Centrale Bibliotheek Amsterdam Belanda, kawasan Pasar Cicadas terletak pada tikungan jalan yang bernama Engelenweg (sekarang Jalan Cikutra).
Kawasan Engelenweg memotong kawasan Cicadas dan dikelilingi oleh daerah Sekepondok, Lemahneundeut, Sukarasa, Cidurian, Cimuncang, Jelekong, Sukamulya, Warung Suwung, dan Sukanegla, yang dibatasi oleh Sungai Cibeunying serta kawasan Cikaso.
Surat kabar De Indische yang terbit pada 9 Juni 1925, yang mengutip laporan dari Algemeen Indisch Dagblad (AID), menginformasikan bahwa kawasan Cicadas pada waktu itu telah menjadi daerah yang tidak aman.
Keadaan ini kemudian berdampak hingga ke sejumlah wilayah di sekitar timur Bandung. Ketidakamanan tersebut terutama terjadi pada malam hari, seiring dengan maraknya perampokan dan pencurian yang berlangsung.
Di kawasan tersebut, sering kali ditemukan sejumlah individu yang terlibat dalam perilaku tidak terkendali, seperti mabuk dan saling bertikai.