KORANMANDALA.COM – Kepala Desa Karyasari Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut, Kurniawan alias Uweng, divonis hukuman penjara 2 tahun penjara,
Vonis tersebut dipotong selama dalam tahanan dan harus mengembalikan uang ke negara sebesar Rp161.584.715, ditambah denda sebesar Rp50.000.000.
Hukuman itu sesuai dengan keputusan pengadilan yang dipimpin oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut, yang diketuai, Eka Saharta Winata. SH dibantu dua hakim anggota masing-masing Jefrry Yefta Sinaga .SH dan T. Benny Eko Supriadi SH.MH.
Terpidana Kurniawan secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah atas perbuatan melanggar tindak pidana, subsider dalam pasal 3 Jo pasal 18 Undang – Undang Nomor 31 Tahun1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Yaitu penyalahgunaan wewenang melakukan pembelian barang tanpa melibatkan peran serta masyarakat dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan.
Apabila, terpidana tidak bisa membayar denda serta pengembalian uang negera tersebut akan ditambah hukumannya dua bulan, berikut harta kekayaan terpindana akan dilelang sebagai pengganti kerugian negara.
Sementara dakwan jaksa terhadap tuntutan Primairnya oleh majelis hakim, dinyatakan tidak terbukti.
Baca juga: Ketiban Sial, Belum Sempat Jual HP Curiannya, Pencuri di Garut Ini Malah Keciduk Duluan oleh Polisi
Vonis majelis hakim tersebut lebih rendah dua tahun dari tuntutan Jaksa penuntut umum, Cik Muhamad Syahrul.SH., yang menuntutnya agar terdakwa dijatuhi hukuman penjara 4 tahun, dipotong selama dalam tahanan.
Untuk dakwaan jaksa mengenai Primair, tidak terbukti ketika dilaksanakan pemeriksaan selama dalam persidangan oleh Majleis Hakim.
“Hanya yang betul-betul terbukti adalah dakwaan subsider,” kata Ketua Tim Penasehat hukum, Budi Rahadian SH.Adv. kepada koranmanadla.com, Senin, 24 Juli 2023 di Pengadilan Negeri Garut.
Atas keputusan majelis hakim tersebut, baik Jaksa maupun tim penasihat hukum dan terpidana sendiri, menyatakan pikir-pikir.
Seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada terpidana, yaitu pada Subsider, terdakwa telah memerintahkan kepada saksi Indra Setiawan untuk membuat surat permintaan pembayaran (SPP) Dana Desa, yang sebenarnya merupakan tugas Kaur Keuangan selaku bendahara desa Karyasari.
Selanjutnya memerintahkan pula kepada saksi Rika Nurlela selaku bendahara desa untuk menyerahkan pengelolaan dan desa kepada terdakwa.
Seharusnya pengelolaan Dana Desa itu harus melibatkan peran serta masyarakat dalam hal ini TPK (Tim Pengelola Kegiatan ).
Ada pun penggunaan uang Dana Desa tahun anggaran 2021 itu untuk Pembangunan Posyandu sebesar Rp96.968.000, Pembangunan Lapang Voli di Kampung Pasirsari Rp99.454.600, Pembangunan Pendopo Desa Dusun Pasirsari Rp260.845.000, Pembelian mobil ambulan berikut asesorisnya Rp200.000.000, Pelaksanaan Pengonbatan gratis Rp28.000.000, dan pemeliharaan Prasarana jalan desa/gorong – gorong/parit/Selokan (PKTD) sebesar Rp31.385.000.
Dari anggaran yang dikeluarkan itu, ternyata ada selisih sebesar Rp161.584.715 dan harus dikembalikan kepada negara, namun oleh terpidana, tidak dilakukan.
Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa, berpandangan bahwa unsur merugikan keuangan negara atas perbuatan terdakwa tidak Jelas.
Karena hasil audit Inspektorat yang menyatakan adanya kerugian negara senilai Rp161.584.715, yang disandarkan kepada hasil penghitungan Tenaga Teknik dari Dinas PUPR.
Perhitungan tersebut, dikatakan penasehat hukum terdakwa, dengan menggunakan metode Nett Lose (menghitung jumlah volume terpasang disandingkan dengan jumlah uang yang dibayarkan) tidak relevan diterapkan terhadap pengelolaan pekerjaan pembangunan Desa yang menggunakan Sistem Swakelola.
“Menurut saya metode Nett Lose lebih tepat digunakan untuk kegiatan pekerjaan yang bersifat Kontraktual. Terlebih pada saat persidangan Tenaga Ahli dari PUPR tidak dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum,” tegasnya
Dengan demikian, dakwaan Jaksa Penuntut Umum menjadi sumir tidak sesuai dengan azas Pembuktian yang menyebutkan : Incriminalibus Probationes bedent esse Luce Clariores Bahwa dalam azas pembuktian Pidana Alat Bukti itu harus lebih terang dari Cahaya. (*)