KORANMANDALA.COM – Besaran kerugian yang diderita oleh para petani padi akibat sawahnya kekeringan dan menjadi puso (tidak bisa dipanen ), mencapai Rp11,6 miliyar.
Hal tersebut belum termasuk kerugian di sektor tanaman palawija lainnya, seperti jagung, yang diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp100 juta.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Beni Yoga, kepada wartawan, Jumat, 22 September 2023, di kantornya.
Dijelaskan Beni, kerugian itu tercatat hingga 15 September 2023 lalu, karena luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan itu kini mencapai 240 hektar di kabupaten Garut.
Dari luas itu, sekitar 195 hektar mengalami kerusakan sedang, kemudian 96 hektar kerusakan berat dan 36 hektar puso.
“Jika masalah ini tidak segera ditangani, kemungkinan besar yang saat ini dalam keadaan kondisi berat, akan berpotensi mengalami puso,” kata Beni.
Sementara lahan yang kerap mengalami kekeringan pada setiap musim kemarau, masih terjadi di daerah yang sama.
Jadi bila ada sektor pertanian saat ini yang akan diproduktifkan, harus memanfaatkan lokasi-lokasi yang masih ada sumber air untuk kemudian dilakukan pompanisasi.
Adapun kawasan kekeringan yang tetap terjadi pada musim kemarau itu di Garut utara mencakup daerah Malangbong, Limbangan dan Selaawi.
Sedangkan untuk daerah di kawasan Selatan diantaranya Singajaya, Banjarwangi dan Kecamatan Peundeuy.
Sementara itu, untuk menangani masalah kekeringan ini, turut melibatkan kelompok masyarakat yang ada di sekolah Sungai Cimanuk, untuk mencarikan solusi dengan cara melakukan pompanisasi air dari sumber yang masih ada.
Hal itu mereka lakukan di kawasan Desa Mekarsari Kecamatan Bayongbong, yang luas lahan pertaniannya mengalami kekeringan mencapai 17 hektar.
Dudung satu diantara anggota dari Sekolah Cimanuk yang berkiprah dalam pelestarian alam serta lingkungan itu mengatakan, diharapkan dengan adanya melakukan pompanisasi membantu para petani untuk mengairi lahannya, minimal bisa menurunkan tingkat kekeringan. (*)