KORANMANDALA.COM – Berlari di antara pepohonan mangrove, Wahyu (7) dan Guntur (8) serta empat temannya terlihat begitu riang menikmati siang hari di lokasi Ekowisata Mangrove Pasirputih. Para bocah tersebut merupakan anak-anak nelayan di Dusun Pasirputih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon yang setiap harinya selalu bermain sehabis pulang sekolah.
Dikatakan para bocah, hadirnya Ekowisata Mangrove Pasirputih di desanya menambah keceriaan bermain sehabis sekolah. “Senang banget, bisa main di sini dan gak panas terus banyak permainannya,” kata Wahyu yang baru naik kelas 3 SD (Sekolah Dasar) dengan senyum malu-malu saat ditemui di lokasi Ekowisata Mangrove Pasirputih pada Jumat (27/10/2023) siang.
Sebelum keberadaan ekowisata tersebut, para bocah itu mengaku tidak memiliki ruang bermain yang luas, dan nyaman. “Dulu paling main di perahu, jalan terus panas, sekarang mah enak di sini (ekowisata), sama luas,” ungkapnya. Para bocah ini juga diberikan gratis masuk dan kebebasan bermain oleh pengelola. “Iyah gratis gak bayar!”
Keberadaan ekowisata tidak terlepas dari sosok bernama Sahari (52) seorang nelayan yang konsisten mengembangkan ekowisata bersama warga sekitarnya. Namun, jauh sebelum itu, Dusun Pasirputih merupakan perkampungan yang langganan terendam air laut karena banjir rob dan abrasi di sepanjang pesisir utara Karawang.
Baca Juga: Kebut Pemanfaatan Bioavtur, PT Pertamina Siagakan Infrastruktur Penunjang
Dari kejadian itu, Sahari dan warga sekitar mulai berpikir mencari solusi untuk mengatasinya. Satu diantaranya dengan menanam mangrove sebagai benteng alami penahan banjir rob, dan abrasi.
“Dulu tahun 2015, kampung sering kena banjir rob air laut sama abrasi, dan di situ saya serta warga mulai aktif menanam pohon mangrove sebagai benteng alami agar bisa menahan rob dan abrasi,” kata Sahari yang hanya lulusan SMP ini.
Sahari dan warga kemudian mengumpulkan anggaran swadaya untuk membeli bibit pohon mangrove. Di awal menanam, anggaran yang terkumpul hanya mampu membeli kurang lebih 500 bibit pohon mangrove. Tidak berselang lama, ratusan bibit pohon mangrove yang ditanam mati tercabut oleh derasnya deburan ombak.
Baca Juga: Disparbud Karawang Imbau Masyarakat Harus Selektif saat Ikuti Ajang Pencarian Bakat
“Pohon mangrove yang baru kita tanam itu selalu gagal mati, karena ombaknya lumayan deras, tapi kami terus menanam lagi,” katanya.
Di bawah terik matahari, dan lumpur yang menutupi hingga dada, Sahari dan warga terus menanam. “Gagal tanam, tanam lagi sampai tiga kali,” sahutnya.
Perjuangan memang membutuhkan pengorbanan, begitulah Sahari dan warganya. Hingga akhirnya, peluang kolaborasi program datang menghampiri Sahari.