“Agar ada nilai kebermanfaatan lebih, dan saya banyak belajar dari pihak Pertamina, akhirnya luasan lahan mangrove dijadikan wisata alam, dan pendidikan,” katanya.
Community Development Officer PHE ONWJ, Iman Teguh menjelaskan, kolaborasi pihaknya dengan masyarakat telah mampu mewujudkan komitmen menjalankan bisnis secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Baca Juga: Pertamina Punya Cara untuk Sempurnakan Pelayanan SPBU COCO, Ini Bentuknya
Satu diantara teknologi yang diciptakan yakni peredam ombak dari ban bekas atau disebut dengan istilah alat penahan dan peredam ombak sedimentasi trap atau Apostrap.
“Apostrap ini hanya rangkaian ban bekas yang dibentuk persegi 4, yang dulunya adalah rumpon yang digunakan untuk mengumpulkan ikan di wilayah pantura. Dan sempat ada pelarangan dan akhirnya kita manfaatkan,” ujar Iman yang saat itu tengah kunjungan ke PRPM.
Selain itu juga, kata Iman, pihaknya membentuk Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKMP) di sepanjang pesisir pantai utara Karawang.
Baca Juga: Kampus 2 Unsika Karawang Bakal Kedatangan Masjid Megah, Nilai Pembangunannya Sebesar Rp56 Miliar
“Satu diantaranya dengan keluarga pak Sahari, membentuk kelompok masyarakat agar semua bisa berjalan sesuai dengan harapan bersama,” ucapnya.
Kini, kata Sahari, satu bulan itu ada sekitar 3 ribu pengunjung datang ke ekowisata. Untuk tiket masuk sendiri dihargai Rp5.000 dan semua pengunjung bisa merasakan tracking di kawasan hutan mangrove, dan menikmati beberapa wahana yang tersedia.
“Kami membuat kelompok itu ada 20 orang warga sekitar dan melibatkan pemuda untuk membuat wahana-wahana selfie,” tuturnya.
Baca Juga: Dugaan Penipuan Tidak Terbukti, Tiga Peserta dan Penyelenggara Puteri Padi Karawang Berakhir Damai
Uang dari hasil tiket itu digunakan untuk kas perawatan kawasan, upah kelompok dan pengembangan kawasan.
“Kami sadar tidak selamanya kami berpangku bantuan terus dari Pertamina, jadi kami mengatur pendapatan agar bisa mandiri,” akuinya.