KORANMANDALA.COM – Sejak abad ke 19 hingga masa perang kemerdekaan mengusir kaum penjajah Belanda, peran Pondok Pesantren turut andil dalam mengusir kaum penjajah di negeri ini.
Salah satunya adalah pondok pesantren pimpinan KH. Eyang Hasan Maolani, yang berlokasi di Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Pergerakan santri dalam menghadapi pengaruh penetrasi barat, satu-satunya melakukan pergerakan sebagai bentuk protes sosial.
Hal itu terjadi di berbagai tempat tatar Sunda khususnya di wilayah Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Kuningan.
Baca juga: Tim Gabungan BNN Razia Lapas Kuningan, 524 WBP Ditest Urine secara Random
Gerakan sosial itu dilakukan oleh salah seorang Kiyai Haji Eyang Hasan Maolani tahun 1779-1874 warga desa Lengkong kecamatan Garawangi.
Nama KH Eyang Hasan Maolani dikenal oleh masyarakat umum, karena beliau diasingkan ke Menado (Sulawesi utara) selama 32 tahun hingga wafat di sana, di Tondano sebelah Selatan Menado.
Sepak terjang Eyang Menado penuh semangat dan tidak diragukan lagi.
Baca juga: Lomba Paduan Suara dan Story Telling Mewarnai HUT ke-24 Dharma Wanita di Garut
Selain disegani, ia juga sangat ditakuti oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pengikut Eyang Menado tak hanya dari Jawa Barat, melainkan dari berbagai daerah di Pulau Jawa.
Tidaklah heran jika tentara Belanda ketakutan manakala berhadapan dengan Eyang Menado yang diketahui memiliki leluhur dari Sunan Gunung Jati itu.