KORANMANDALA.COM – Perjalanan seni Teater di Indonesia saat ini mengalami pasang surut, menyusul pandemi Covid-19 selama 2 tahun lebih praktis kegiatan seni teater tertunda.
Pementasan seni teater atau seni peran yang kerap di gelar Bengkel Teaternya WS Rendra di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta sudah tak terdengar lagi pasca wafatnya “Burung Merak Rendra” beberapa tahun silam.
Bahkan Studi Klub Teater Bandung pun “hidup enggan mati tak mau”. Menyusul Studi Klub Teater Mandala Kuningan Jawa Barat didirikan tahun 1979 silam oleh Wawan Hermawan Jr, nyaris tak ada kegiatan.
Namun namanya tetap dikenang meski ditinggal para aktivisnya yang hijrah ke berbagai kota.
Di tengah sepinya pementasan seni drama
ini, muncul aktivis teater di Kuningan yang bermarkas di Jalan Otista No. 888 Kuningan Jawa Barat.
Adalah TeaTer Sado yang terlahir tahun 1997, digagas oleh Aan Sugiantomas (alm) seniman dan dosen Universitas Kuningan.
Teater Sado awalnya murni sebagai teater kampus di STKIP Kuningan. Tetapi kemudian, dengan pemikiran ke depan, di Kabupaten Kuningan harus memiliki tempat berkumpul yang lebih terbuka.
Maka awal tahun 1998, teATeR Sado dikembanglebarkan dan berdiri sebagai kelompok teater di luar kampus yang oleh penggagasnya, Aan Sugiantomas, disebut sebagai teater latihan.
Sebagai teater latihan, teATeR Sado lebih merupakan tempat penjelajahan ragam karakter manusia untuk kemudian diterjemahkan dalam seni peran.
Proses pemikiran, penghayatan, reaksi, dialog, dan akhirnya persetubuhan mesra manusia dengan hakiki manusia itu sendiri menjadi dipentingkan ketimbang sebuah ‘pementasan’ sebagai sasaran akhir. Muaranya ada pada sebuah harap bahwa ‘manusia sado’ dalam hidup harus punya sikap.