Menurutnya, masyarakat berpartisipasi dengan sukarela, mulai dari Rp 2 ribu hingga Rp 10 ribu untuk membeli urugan material batu bercampur tanah dan pasir.
Meskipun sudah dua kali diurug sejak tahun lalu, namun urugan tersebut hanya bertahan selama 2-3 bulan dan hancur lagi jika terkena hujan.
Tahun kemarin, kata dia, warga secara swadaya mampu mengumpulkan dana untuk membeli 11 dum truk urugan seharga Rp700 permobilnya atau totalnya senilai Rp7,7 juta. Namun untuk saat ini ditengah ekonomi yang cukup sulit, dana patungan yang terkumpul untuk membeli urugan baru Rp4 juta.
“Harapan kami supaya PUTR dan Pak Bupati (Imron) mohon setidaknya jalan ini harus segera diberesin seperti jalan-jalan yang di sana di wilayah Plered itu,” ucapnya.
Jalan yang rusak tersebut memiliki panjang sekitar 250 meter. Namun, hingga saat ini, pemerintah terlihat belum memberikan respons yang memadai terhadap kondisi jalan yang memprihatinkan ini.
Kondisi tersebut juga dikeluhkan oleh pengguna kendaraan yang yang melintasi ruas jalan tersebut, seperti salah satunya, Anton, warga Desa Bakung Kidul. Ia menilai pemerintah bersikap tanggung dalam memperbaiki jalan rusak.
“Saya tiap hari lewat sini, kalau lewat jalan ini ya harus hati-hati. Kadang ada yang jatuh kena lubang, ada juga yang tergelincir karena licin kalau hujan. Kan banyak lumpurnya, aspalnya hampir gak ada ini,” ungkapnya.