KORANMANDALA.COM – Calim Sumarlin, Warga Desa Warnakerta Kecamatan Purwadadi Kabupaten Subang Jawa Barat, menjadi korban kasus dugaan penipuan penerimaan calon anggota Polri yang terjadi pada tahun 2016 silam.
Calim menuturkan awal mula kasus ini. Menurutnya, pada tahun 2016 lalu ia didatangi oleh AS (PTDH Polri) yang memintanya agar Teti Rohaeti yang merupakan anak sulung dari Calim Sumarlin mendaftar sebagai calon anggota Polri.
“Awalnya saya diiming-imingi oleh AS katanya anak saya disuruh daftar menjadi polisi,” kata Calim didampingi Kuasa Hukumnya dari Law Firm Harum NS, Harumningsih Surja di Kota Cirebon pada Rabu, 15 Mei 2024.
Calim mula-mula menolak apa yang disampaikan AS. Namun karena terus didatangi AS akhirnya ia pun setuju dengan tawaran tersebut.
“Karena AS ini datang lagi-datang lagi ke rumah saya akhirnya saya terpancing (dengan tawarannya),” ungkapnya.
Calim pun dibawa AS ke Jakarta dan dikenalkan dengan Aiptu HP oknum anggota Polres Metro Jakarta Barat. Aiptu HP adalah istri dari AS dan Bripka YFN, oknum anggota Polrestro Jakarta Selatan.
“Di rumah Aiptu HP di Asrama Polisi Kalideres di sana terjadi kesepakatan siap untuk proses,” ujar pria yang pernah tinggal di Kabupaten Cirebon ini.
Diungkapkan Calim, AS dan Aiptu HP meminta agar dirinya menyediakan dana sebesar Rp598 juta sebagai uang pelicin agar anaknya bisa diterima menjadi anggota Polri.
Untuk memenuhi permintaan AS dan Aiptu HP, Calim terpaksa menjual tanah miliknya. “Kebun dan sawah saya jual demi anak. Karena saya pingin anak saya sukses tapi malah saya ditipu,” lanjutnya.
Uang dari hasil penjualan sawah tersebut di transfer ke rekening pribadi AS sebesar Rp200 juta. Selain itu AS meminta agar bukti transfer dana tersebut diserahkan kepadanya.
“Sedangkan yang Rp300 juta berupa uang cash saya antar langsung ke rumah Bu HP di Jakarta dan dibuatkan kwitansi dengan total Rp500 juta sesuai dengan jumlah uang sudah saya serahkan ke AS dan Bu HP. Sementara yang Rp98 kita diserahkan ke Bripka YFN,” jelasnya.
Usai menyerahkan uang, AS dan HP kemudian menitipkan Teti Rohaeti di rumah Bripka YFN. “Anak saya kemudian dititipkan di rumah Bripka YFN karena katanya di asrama penuh,” imbuhnya.
Ironisnya, di rumah Bripka YFN, Teti malah dijadikan baby sitter. Bahkan untuk makan sehari-hari selama di rumah Bripka YFN Teti harus membeli menggunakan uang sendiri.
“Selama di rumah Bripka YFN, anak saya bukannya didaftarin (sebagai calon anggota Polri) atau dilatih atau dibimbing malah dijadikan baby sitter dan pembantu selama setahun,” kata Calim.
Calim menjelaskan Teti sempat pulang ke rumah orangtuanya dan saat kembali lagi ke Jakarta, rumah yang dulu ditempati Bripka YFN sudah kosong. Bahkan seluruh ijazah asli milik Teti dibawa oleh Bripka YFN.
“Sekarang anak saya kuliah tidak bisa, kerja tidak bisa karena ijazah aslinya di hilangkan sama Bripka YFN. Karena itu saya mohon keadilan,” tuturnya.
Di tempat yang sama Kuasa hukum korban, Harumningsih Surja mengatakan kasus ini telah dilaporkan ke Propam Polda Metro Jaya pada tahun 2020 lalu namun mandek.
“Kemudian tahun 2023 kami melaporkan kasus ini ke Propam Mabes Polri namun sampai sekarang belum ada perkembangan,” jelasnya.
Pihaknya berharap pihak kepolisian baik Propam Polda Metro Jaya maupun Propam Mabes Polri bisa segera mengusut kasus ini karena menyangkut nama baik institusi Polri.
“Kami percaya bahwa masih banyak polisi yang baik dan memiliki hati nurani membela kebenaran dan keadilan. Dan kami berharap klien kami bisa mendapatkan keadilan,” tandasnya. *** (Chs)