KORANMANDALA.COM – Seni sholawat di Pulau Jawa sejak ratusan tahun silam hingga saat ini masih tetap hidup dan berkembang terutama di daerah peloksok pedesaan.

Seni tradisi warisan nenek moyang bangsa Indonesia ini, dikenal sebagai media syiar Islam. Para pelaku seni pada zamannya memainkan alat musik berupa rebana, tambur, kendang maupun tepukan seraya melantunkan syair-syair sholawat badar, sholawat shifa, sholawat bushro, yatoiba, lir ilir, ahlakul kharimah, salaminbaid dan syair lainnya bernafaskan Islami.

Demikian penuturan Abah Yayan Rusyana Pimpinan Sanggar Seni Al’Fallah di Blok lingkungan Cibumur RT 07 RW 06 Gang Pejuang nomor 234 Kelurahan Winduhaji Kuningan, Jawa Barat, ketika ditemui di Sanggarnya, Jumat 17 Mei 2024.

Menurut Abah Yayan (55), sanggarnya dirintis sejak 23 tahun silam tepatnya mulai tahun 2000, tapi seni tradisi ini di Winduhaji sudah dimulai tahun 1960-an.

Tujuan mendirikan sanggar ini tiada lain ingin “ngamumule” dan melestarikan seni tradisi warisan nenek moyang.

Seperti diketahui seni bernafaskan Islami ini berawal dari budaya sholawat Jawa Madyo Laras Sambisari. Sholawat Jawa ini merupakan peninggalan warisan seni budaya qasidah dan macapat, Raden Kyai Chasan Basari dan Raden Kyai Salim.
Menurut riwayatnya, seni budaya yang satu ini sudah ada sejak tahun 1770-an, kesenian ini hingga kini masih dilestarikan warga dusun Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kapanewon Kalasan Sleman DIY.

Dari catatan sejarah, di masjid Kagungan Dalem Sambisari, Kalurahan Purwomartani, Kapanewon Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), selain peninggalan warisan budaya benda berupa masjid kagungan dalem sambisari dan pesarean kagungan dalem sambisari, peninggalan Raden Kyai Chasan Basari dan Raden Kyai Salim yang lain, adalah warisan budaya tak benda.
Salah satunya seni budaya sholawat jawa madyo laras sambisari.

Konon, grup madyo laras ini ada sejak tahun 1770-an atau sejak berdirinya masjid dan pesarean kagungan dalem sambisari. Keberadaannya sampai saat ini masih dilestarikan. Alat musiknya sederhana selalu mengiringi setiap penampilannya, meliputi, rebana, tambur, kendang maupun tepukan tangan.

Cara memainkannya pun diperlukan kesabaran tersendiri, terutama dalam menentukan serta menselaraskan antara ketukan dengan irama.

Sejumlah pesan moral biasanya diselipkan dalam setiap pementasan sholawatan jawa, sehingga penikmat kesenian satu ini semakin mengerti dan memahami pesan agama yang disampaikan.

Digelarnya pentas budaya setiap tahun sekali di masjid kagungan dalem sambisari, terutama memperingati maulid Nabi Muhammad SAW ini menjadi sarana dalam melestarikan sekaligus mengenalkan kembali seni dan budaya sholawatan jawa bagi kalangan masyarakat muslim.- *** wawan jr

Sumber:

Editor: Eka Purwanto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Exit mobile version