KORANMANDALA.COM – Hajat Bumi bagi warga Desa Cikeleng, Kecamatan Japara, Kuningan, sudah menjadi adat tradisi warisan leluhur yang digelar setiap tahun. Kalu ini acara itu berlangsung di Pemakaman Manangga atau TPU Astana desa setempat, Kamis 30 Mei 2024
Ketua Panitia Uki disela acara menuturkan, adat tradisi hajat bumi ini merupakan wujud syukur kepada Allah SWT atas limpahan hasil panen. Sekaligus “bubuka” bagi masyarakat Desa Cikeleng yang akan menggelar khitanan maupun kenduri pernikahan.
Tradisi Hajat Bumi ini ditandai menyembelih seekor kerbau yang dibeli dengan seharga Rp 14 jita hasil dari donasi warga setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat.
“Tradisi menyembrlih Kerbau sebagai hewan korban ini sambung Uki, bukan untuk persembahan, melainkan untuk dimakan. Acara diawali dengan tawasulan dan doa-doa sebagai wujud syukur,” ungkapnya.
Gelar Hajat Bumi penuh kerbersamaan, warga pun sukarela membawa nasi dan lauk pauknya untuk dimakan bersama keluarga.
Acara dimeriahkan ‘Tarian Tetenong’ ditampilkan para penari perempuan setengah baya diiringi alunan musik tradisional.
Acara semakin meriah saat Goong Renteng ditabuh bertalu-talu yang dimainkan oleh para nayaga. Diketahui gamelan Goong Renteng tersebut, tidak ada di daerah lain kecuali di Desa Cikeleng, Desa Sukamulya dan Desa Cibogo, Kecamatan Kadugede Kuningan.
Sekda Kuningan, Dr. Dian Rachmat Yanuar saat menghadiri acara mengapresiasi Hajat Bumi dan titip pesan, dalam menjalankan pemerintahan desa, perlu ditunjang lima pilar, meliputi keanekaragaman, partisipasi, pemberdayaan, otonomi, dan demokratisasi.
Ia mengatakan, ada tiga pilar pemberdayaan, partisipasi, dan keanekaragaman.
“Hajat Bumi merupakan sebuah tradisi yang dilangsungkan secara turun-temurun,” ucapnya..
Hajat Bumi ini sambung Dian, sebagai bentuk kearifan lokal dengan menunjukkan nilai-nilai tradisi berharga di tengah derasnya teknologi informasi dan pengaruh budaya asing yang tidak sejalan dengan kehidupan ditengah masyarakat.
“Hajat Bumi di Cikeleng ini, merupakan bukti masyarakat termasuk generasi muda masih menyimpan kerinduan, tekad, keinginan, dan motivasi untuk melestarikan warisan leluhur,” ujarnya.
“Di tengah arus globalisasi dan budaya luar seperti K-Pop dan budaya Barat yang melanda generasi muda, Desa Cikeleng tetap kukuh melanjutkan tradisi Hajat Bumi,” katanya.
Dian menuturkan, Hajat Bumi merupakan bentuk rasa syukur atas berkah dan rahmat Allah SWT, serta menjadi momentum untuk evaluasi dan introspeksi tentang merawat alam dan bersyukur kepada Sang Pencipta. Hajat Bumi juga mengandung nilai-nilai luhur dan kesetiaan sebagai orang Sunda terhadap nilai-nilai budaya. (wawan jr)