KORANMANDALA.COM – Sidang pra peradilan terkait status tersangka Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eky di Cirebon pada tahun 2016 kembali digelar di Pengadilan Negeri Bandung.
Pengacara Pegi Setiawan, Toni RM, mempersoalkan lima tindakan penyidik Polda Jawa Barat yang dinilai melanggar prosedur hukum.
1. Penyitaan Sepeda Motor Tanpa Izin Pengadilan
Pada tahun 2016, dua unit sepeda motor milik Pegi Setiawan dan pamannya disita tanpa surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat.
“Penyitaan ini jelas melanggar Pasal 38 ayat (1) KUHAP dan oleh karena itu, penyitaan tersebut tidak sah,” tegas Toni di Cirebon, Selasa 2 Juli 2024.
2. Penetapan DPO yang Tidak Prosedural
Pada 14 Mei 2024, Polda Jawa Barat menetapkan Pegi alias Perong sebagai DPO dengan deskripsi yang berbeda dari Pegi Setiawan.
“Penetapan DPO Pegi Setiawan bertentangan dengan Pasal 17 ayat (6) Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019, karena Pegi Setiawan tidak pernah dipanggil atau diperiksa terkait kasus ini sejak 2016,” jelas Toni.
3. Penangkapan Tanpa Status Tersangka
Pegi Setiawan ditangkap pada 21 Mei 2024 oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat tanpa status tersangka.
“Ini melanggar Pasal 17 KUHAP yang mengharuskan adanya bukti permulaan yang cukup sebelum melakukan penangkapan,” kata Toni.
4. Penetapan Tersangka yang Tidak Sah
Menurut Toni, penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka cacat hukum karena tidak ada dua alat bukti yang cukup dan Pegi tidak pernah diperiksa sebagai saksi.
“Penetapan tersangka ini tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” tegas Toni.
5. Penyitaan Dokumen Pribadi Tanpa Izin
Dokumen pribadi Pegi Setiawan, termasuk rapot dan ijazah, disita pada 22 Mei 2024 tanpa penetapan pengadilan.
“Penyitaan ini melanggar Pasal 38 ayat (1) KUHAP, sehingga tidak sah,” tutup Toni. * (Chs)