Sejarah membuktikan bahwa masa damai seringkali hanyalah jeda sebelum perang besar berikutnya. Dominasi dan hegemoni negara-negara Barat, yang diwariskan dari era kolonialisme, masih sangat kuat. Mereka telah, dan mungkin akan terus, melakukan segala cara untuk mempertahankan posisinya. Perkembangan geopolitik dunia saat ini semakin menunjukkan bahwa kita tidak bisa berdiam diri. Peringatan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengenai kemungkinan terjadinya Perang Dunia III harus dipandang dengan serius.
Jika perang dunia benar-benar pecah, mampukah Indonesia mempertahankan kedaulatannya? Dengan alutsista yang tertinggal jauh dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China, bahkan dari negara tetangga seperti Australia dan Singapura, apakah kita benar-benar siap? Sangat jelas bahwa kekuatan militer kita, baik dari segi jumlah maupun kualitas, masih jauh dari memadai. Sementara negara-negara di sekitar kita, baik besar maupun kecil, bisa menjadi ancaman yang nyata bagi kedaulatan Indonesia.
Yang lebih mengkhawatirkan, tampaknya kesadaran akan ancaman ini belum sepenuhnya meresap di kalangan elit politik kita. Sementara Prabowo telah memberikan peringatan, sebagian besar elit tampak lebih fokus pada perebutan kekuasaan dan perhatian publik, sementara rakyat dibiarkan berjuang sendiri, terkadang terpecah belah oleh konflik internal yang tidak penting. Di tengah semua ini, persiapan menghadapi ancaman eksternal, terutama perang, tampaknya belum menjadi prioritas. Apakah ini hanya ketakutan berlebihan dari Prabowo, atau justru ini adalah realitas yang harus kita hadapi? Apakah kita sudah benar-benar siap menghadapi kemungkinan terburuk, jika masa damai tiba-tiba berakhir?
Kesimpulan
Indonesia berada di persimpangan jalan yang penuh tantangan. Kapasitas industri yang lemah, ketergantungan pada impor pangan, dan minimnya penguasaan teknologi alutsista adalah tanda-tanda bahwa kita belum siap menghadapi ancaman besar di masa depan. Di tengah perubahan geopolitik global yang semakin dinamis, diperlukan langkah nyata dari para pemimpin, elit politik, serta masyarakat untuk bersatu dan mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk.
Kita tidak bisa selamanya berharap pada masa damai, karena sejarah membuktikan bahwa kedamaian selalu diikuti oleh konflik yang lebih besar. Saatnya bagi Indonesia untuk memperkuat sektor-sektor strategis, meningkatkan kemandirian, dan membangun kesadaran kolektif akan ancaman yang mengintai di depan mata. Jika tidak, eksistensi Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat akan terancam di masa depan.
Kurang dari sebulan lagi presiden baru akan di lantik dan pemerintahan baru akan terbentuk. Semoga itu jadi momentum tepat melakukan perubahan menuju negara yang resilient.
Satu hal yang pasti, saatnya bagi kita untuk bersatu, memperkuat pertahanan, dan mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan. Sebelum terlambat.
Penulis adalah Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Barat