KoranMandala.com –Mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan cara “nembak” sudah menjadi hal lumrah di masyarakat Indonesia saat ini. Selain itu, nembak SIM juga termasuk ke dalam sikap permisif, yakni memberikan sejumlah uang untuk mempermudah urusan hukum.
Berkenaan dengan hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghimbau masyarakat agar menjauhi tindakan tersebut. Lebih lanjut, KPK meminta untuk menjauhi tindakan korupsi apapun, meskipun sepele. Salah satunya adalah memberikan uang untuk memudahkan proses pembuatan SIM.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat (Di kpermas) KPK, Wawan Wardiana menuturkan tentang hal ini (Selasa, 10 September 2024). Wawan menyebutkan bahwa masyarakat sudah menganggap wajar adanya tindakan nembak SIM tersebut.
Sim Keliling di Bandung 16 Oktober 2024: Layanan Praktis untuk Anda
Hal ini terbukti karena adanya lebih dari 30.96% masyarakat Indonesia yang masih menganggap wajar korupsi kecil-kecilan dalam proses administrasi. Tindakan ini disebut dengan istilah ‘petty corruption’, Wawan menambahkan.
Wawan menuturkan “Sikap permisif seperti memberi uang untuk mempermudah urusan hukum, seperti pengurusan SIM atau STNK, sering dianggap wajar oleh masyarakat. Hal ini menjadi contoh perilaku yang mendukung korupsi”.
Maka dari itu, KPK ingin meninggalkan kebiasaan nembak SIM karena termasuk ke dalam ‘petty corruption’
Mengutip dari jadwalsimkeliling.info (15 Oktober 2024), penembakan SIM dapat berlaku bagi SIM kendaraan roda dua maupun roda empat. Biaya pembuatan yang perlu di keluarkan berkisar 550 ribu rupiah sampai dengan 750 ribu rupiah, tergantung juga kepada lokasinya.
Salah satu upaya dalam mengatasi hal ini adalah dengan melakukan pengaduan dalam pelayanan sim. “Anda dapat menghubungi usat Pengaduan Pelayanan Penerbitan SIM melalui telefon, maupun e-mail ke Subditsim.korlantas@polri.go.id.”
“Selebihnya, tindakan pungutan liar oleh pihak calo merupakan sebuah bentuk maladministrasi, menurut UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Pengaduan dapat di sampaikan kepada Ombudsman yang telah memiliki wewenang untuk menindaklanjuti laporan maladministrasi dalam ranah penyelenggaraan pelayanan publik”.