Salah satu guru, dengan mata berkaca-kaca, menceritakan kekhawatiran yang terus menghantui setiap kali hujan turun.
“Kami selalu was-was, takut ada bagian bangunan yang ambruk saat anak-anak sedang belajar. Ini bukan hanya tentang kenyamanan, tapi keselamatan mereka,” ujarnya.
Kekhawatiran itu juga dirasakan para orang tua murid, yang mulai enggan mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah ini. Banyak dari mereka yang merasa takut akan kondisi bangunan yang bisa membahayakan keselamatan.
“Sekolah ini memang berada di pusat kota, tapi ironisnya justru terabaikan. Kami butuh perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki bangunan ini,” kata salah seorang warga sekitar.
Menurutnya, SDN Regol 5-6 bukan sekadar sekolah, tapi juga simbol perjuangan perempuan Garut yang harus dilestarikan dan dijaga.
Bangunan Sejarah yang Terlupakan
Tidak hanya sekadar tempat belajar, bangunan ini adalah bagian penting dari sejarah Garut dan perjuangan emansipasi perempuan di Indonesia.
Jika bangunan ini dibiarkan rusak dan terabaikan, maka sama saja dengan melupakan jasa-jasa RAA Lasminingrat.
Padahal, di balik setiap sudut bangunan ini, tersimpan cerita tentang gigihnya perjuangan perempuan yang melawan keterbatasan zaman untuk membuka akses pendidikan bagi kaumnya.
“Ini adalah warisan yang seharusnya kita banggakan, bukan diabaikan,” tambah seorang aktivis pelestarian budaya di Garut.
“Kita punya pahlawan yang hebat, yang memperjuangkan hak perempuan untuk belajar. Jangan sampai kita mengkhianati perjuangannya dengan membiarkan sekolah ini rusak begitu saja.”