KoranMandala.com -Halo, Sobat Penulis! Aku selalu tahu kalau gaya menulisku itu sederhana. Aku nggak pernah ambil kelas sastra, nggak pernah baca buku-buku klasik buat belajar menulis dengan indah, dan, jujur aja, bahasa Inggris bukan bahasa pertamaku.
Tapi, aku punya mimpi jadi penulis besar. Awalnya, aku mulai dari blog pribadi, terus lanjut ke berita, sampai tahun ini, aku berhasil menyelesaikan buku pertamaku—sebuah novel fiksi romantis.
Nggak muluk-muluk, ini cuma latihan buat belajar nulis cerita panjang. Aku tahu kualitasnya masih standar banget.
Setelah selesai, aku pingin bikin karya yang lebih bagus, lebih profesional. Jadi aku mulai cari cara buat meningkatkan kualitas tulisanku. Salah satunya, ya, pakai AI.
Pakai AI buat “Perbaiki” Tulisanku
Awalnya aku cuma minta AI buat memperbaiki paragraf yang aku tulis. Aku nulis ide dasar, terus alat AI ini bikin versinya yang lebih “profesional.” Hasilnya? Awalnya sih aku kagum—bahasanya kompleks, kelihatan puitis, dan keliatannya keren.
Tapi lama-lama, aku mulai terlalu mengandalkan AI. Aku nggak cuma minta dia perbaiki paragraf, tapi juga minta ide dan tambahan isi. Di pikiranku, kalau bisa lebih cepat selesai dan lebih bagus, kenapa nggak?
Tapi semakin jauh aku nulis, aku sadar kata-kata yang dihasilkan makin rumit dan sulit dimengerti. Awalnya aku pikir ini masalahku aja yang nggak terbiasa dengan kosakata “fancy” itu. Tapi semakin aku baca ulang, makin aku sadar—tulisan ini sampah. Isinya cuma kata-kata rumit yang dipakai berlebihan. Bacanya bikin pusing.
Kata-Kata Rumit Nggak Sama dengan Karya yang Bagus
AI mungkin bikin tulisanku terlihat “bagus” di awal, tapi buat orang yang udah sering pake, kualitasnya jelas-jelas standar banget. Aku ngerasa tulisanku udah kehilangan jiwanya. Semua terasa kaku dan nggak natural. Baca ulang aja bikin aku bingung—padahal ini aku sendiri yang nulis!
Contohnya gini:
“Untungnya, hujan deras sudah berhenti, dan hanya tersisa awan-awan kecil di langit. Kami semua dievakuasi ke area parkir karena ada kebocoran gas di dapur, dan staf medis mulai memindahkan pasien ke gedung lain.”
Kalimat ini diubah AI jadi:
“Hujan deras telah berhenti, meninggalkan ketenangan yang lembab saat kami berkumpul di area parkir, diusir oleh suara sirene darurat yang bergema dari speaker rumah sakit. Kebocoran gas berbahaya di dapur memicu evakuasi, menggerakkan para staf medis untuk mengoordinasikan pemindahan pasien ke tempat yang lebih aman.”
Nggak berhenti di situ. Kalimat sesimpel “Aku melihat ke arah lain” diubah jadi “Aku hendak mengalihkan pandanganku.” Rasanya nggak ada orang yang ngomong kayak gitu dalam kehidupan nyata!