Seringkali, itu berarti harus jalan jauh dari asrama, berharap nemu tetangga baik atau stasiun cas dengan soket yang kosong. Bahkan begitu, itu jadi balapan lawan waktu sebelum mati lampu berikutnya atau tugas lain yang harus diselesaikan.
Beberapa malam, rasanya berat banget — panas, gelap, capek naik tangga bawa air, dengungan nyamuk yang gak berhenti. Aku duduk di tempat tidur, bersandar di dinding, dan mikir apakah semua ini sepadan.
Tapi, pikiran tentang pengorbanan orang tuaku membakar semangatku. Mereka sudah bekerja keras buat ngasih kesempatan ini, dan aku gak bisa ngecewain mereka.
Ini tahun terakhirku di kampus, jadi hampir selesai. Aku bilang ke diri sendiri buat terus bertahan dan terus maju karena ini semua bagian dari perjalananku.
Setiap kesulitan ngajarin aku ketahanan, kesabaran, dan kekuatan. Aku belajar buat bertahan dari yang dulunya terasa gak mungkin, menemukan solusi di tempat yang gak ada, dan menghadapi hidup satu tantangan demi tantangan.
Setiap kali aku bawa air naik tangga, setiap kali aku usir nyamuk, dan setiap kali aku duduk dalam gelap mencoba belajar, aku ingetin diri sendiri tentang gambaran yang lebih besar.
Suatu hari, ketika perjuangan ini sudah lewat, aku akan melihat ke belakang dan tahu bahwa semua ini membentukku jadi seseorang yang lebih kuat.
Untuk sekarang, aku jalanin satu hari demi satu hari. Satu halaman demi satu halaman. Setiap perjuangan, setiap tantangan, setiap ember air, membawa aku lebih dekat ke masa depan yang aku impikan — masa depan di mana aku bisa bikin orang tuaku bangga, berkontribusi untuk sistem pendidikan yang lebih baik, dan membantu mempermudah perjalanan untuk orang lain sepertiku.
Tantangan ini mungkin terasa berat, tapi bukan tanpa tujuan. Mereka membentukku, mempersiapkanku, dan mengajarkanku pelajaran yang gak bisa kupelajari dengan cara lain.
Jadi, aku terus maju, tahu bahwa setiap langkah ke depan adalah satu langkah lebih dekat ke sesuatu yang lebih besar. ***