Setelah mendengarkan penjelasan dari Hiraklius dan Dihyah, Ibnu Nathur pun membaca beberapa ayat dari Injil dan akhirnya mengakui kebenaran kerasulan Nabi Muhammad serta memeluk Islam.
Meskipun demikian, Hiraklius sendiri menolak untuk mengikuti sikap uskup tersebut, meskipun dalam hatinya ia tidak menampik kebenaran.
Tidak ada yang menghalanginya untuk memeluk Islam, kecuali rasa takut kehilangan kekuasaannya. Bahkan, sejumlah panglima perang di bawah komandonya telah mengancam untuk tidak mengakui kedudukannya jika ia menerima seruan Nabi.
Dihyah Al-Kalbi sering mengunjungi sang uskup untuk mengajarkan Islam kepadanya. Namun, pada suatu hari Minggu, sang uskup tidak hadir memberikan ceramah dan nasihat seperti biasa, meskipun umat Romawi yang menjadi pengikutnya telah berkumpul. Kejadian serupa juga terulang pada beberapa hari berikutnya. Akibatnya, orang-orang Romawi mengancam akan membunuhnya jika ia tidak segera keluar.
Uskup Ibnu Nathur menitipkan sebuah surat kepada Dihyah untuk Nabi Muhammad SAW, berisi tentang keislamannya serta laporan mengenai apa yang ia saksikan. Setelah itu, Ibnu Nathur keluar untuk menemui orang-orang Romawi, namun kali ini ia tidak mengenakan pakaian gereja kebesarannya seperti biasanya, melainkan pakaian putih sederhana.
Di hadapan mereka, ia mengucapkan syahadat, yang menyebabkan kemarahan luar biasa di kalangan mereka. Akhirnya, mereka membunuh sang Uskup, yang selama ini telah mereka hormati dan nasihat-nasihatnya selalu mereka patuhi.
Dihyah Al-Kalbi merupakan saksi langsung dari peristiwa tragis ini. Beliau kemudian kembali dan menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad SAW, sambil menyerahkan surat titipan dari Ibnu Nathur. Surat itu ia bacakan di hadapan Rasulullah, yang kemudian memanjatkan doa untuk kebaikan dan keberkahan bagi Ibnu Nathur.
Itulah sekilas kisah tentang Dihyah Al-Kalbi! Beliau menetap di daerah Mizzah, Damaskus, Syam, dan hidup hingga masa kekhalifahan Muawiyyah bin Abi Sufyan. ***
