Minggu, 2 Februari 2025 16:53

Semua lapisan masyarakat bergabung untuk melawan, termasuk pasukan Kusni Kasdut yang sejak kedatangannya di Surabaya, menempati bekas gedung sekolah di wilayah Sawahan sebagai benteng pertahanan.

Pertempuran sengit, saling serang, saling tembak, dan saling lempar granat tak terhindarkan. Perang yang sangat tidak seimbang ini berlangsung selama hampir tiga minggu. Inggris terus-menerus menggempur dengan bom dari udara.

Dalam buku “Kusni Kasdut,” Parakitri mencatat bahwa pada akhir minggu pertama, Sawahan sudah terkepung. “Kusni, brigade Malang, dan para pemuda Surabaya bertahan di dalam gedung sekolah.”

Serangan Inggris yang tak henti-hentinya itu semakin memburuk. Beruntung, pada saat-saat kritis, pasukan bantuan datang dari garis belakang dan segera melontarkan granat ke arah pasukan Inggris. Korban berjatuhan, dan pasukan Inggris terpaksa mundur, menjauh dari gedung sekolah. Bersama dengan pejuang-pejuang lainnya yang selamat, Kusni Kasdut melanjutkan pertempuran.

“Kusni Kasdut terlibat dalam hampir semua pertempuran besar di Surabaya,” tulis Daniel Dhakidae dalam bukunya Menerjang Badai Kekuasaan. Setelah tiga minggu bertempur dengan sengit dan terpaksa mundur, Kusni, bersama pejuang lainnya, akhirnya keluar dari Surabaya.

Mereka mengubah strategi dalam perlawanan perang gerilya. Sementara itu, dengan dukungan Inggris, Belanda kembali menguasai Surabaya. Kusni Kasdut kemudian bergerak menuju Malang. Dalam pertemuan dengan para pejuang dari luar daerah, ia juga mengetahui bahwa Jakarta telah jatuh ke tangan Belanda.

Pada saat Belanda melancarkan agresi pada 21 Juli 1947, Kusni yang sebelumnya bertahan di Kota Malang, terpaksa mundur ke daerah pedalaman. Bersama dengan pejuang lainnya, Kusni bertahan di Kepanjen, sebuah kecamatan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Malang.

Di Kepanjen, ia dan pasukannya beberapa kali terlibat dalam bentrokan dengan patroli pasukan Belanda. Menjelang akhir tahun 1948 hingga 1949, Kusni sempat berangkat ke Yogyakarta, yang pada saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia. Ia berencana bergabung dengan Barisan Bambu Runcing yang akan dikirim untuk bertempur di Bandung, Jawa Barat. Namun, rencana tersebut gagal.

Barisan yang dimaksud akhirnya tidak terbentuk. Kusni kemudian bergabung dengan pasukan khusus dari laskar Brigade Teratai sebagai Staf Pertempuran Ekonomi di Departemen Ekonomi. Pasukan khusus ini, yang bermarkas di Asrama Pandu Teratai, terdiri dari individu-individu yang berasal dari latar belakang dunia gelap, termasuk pelacur, germo, garong, perampok, dan pencuri.

Brigade Teratai berdiri oleh Dr. Moestopo, pemimpin revolusi Surabaya yang pernah menjabat sebagai Penasehat Presiden di bidang kemiliteran, dan berkantor di Yogyakarta. Moestopo, yang terkenal dengan semangatnya yang membara, selalu meyakini bahwa kekuatan revolusi bukan terletak pada kelengkapan peralatan, melainkan pada kekuatan rakyat.

1 2 3 4 5



Sumber:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Penulis
Exit mobile version