Minggu, 2 Februari 2025 17:00

Di Brigade Teratai, Kusni Kasdut beroperasi di bawah komando seorang wanita berpangkat Letnan Kolonel. Kusni melaksanakan tugasnya dengan merampok harta orang-orang kaya, yang hasilnya ia gunakan untuk mendanai perjuangan. Di Gorang Gareng, Plaosan, Magetan (yang saat itu termasuk wilayah Madiun), Kusni menggasak perhiasan dan berlian milik pedagang Tionghoa kaya.

Perang gerilya melawan Belanda terus berlanjut. Dalam penyamaran, Kusni yang terkenal sebagai “Bung Kancil” di Brigade Teratai, akhirnya tertangkap dan disiksa. Bersama dengan pejuang lainnya, ia dipenjara di Pabrik Gula, Kebonagung, Malang. Kusni berhasil melarikan diri dengan merusak engsel terali besi.

Ia kemudian membebaskan para pejuang yang ditahan di sana, meskipun kakinya tertembak dan harus bersembunyi untuk sementara waktu. Luka tembak pada kakinya bukanlah yang pertama kali, sebab kelak, dalam baku tembak dengan aparat kepolisian di Semarang, kakinya kembali tertembak.

Saat berusaha melarikan diri dari penjara di Surabaya, kakinya juga kembali tertembak. Kusni bertempur untuk terakhir kalinya di Blitar, Jawa Timur, sekitar pertengahan 1949, beberapa waktu sebelum gencatan senjata menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, seperti yang tertulis oleh Daniel Dhakidae dalam “Menerjang Badai Kekuasaan.”

Namun, nasib buruk datang setelah perang usai. Kabinet Hatta mengeluarkan kebijakan ReRa (Reorganisasi dan Rasionalisasi) di tubuh militer Indonesia, yang mengakibatkan TNI harus tata ulang. Tentara yang sebelumnya tergabung dalam laskar-laskar melakukan penyeleksian seleksi. Namun Brigade Teratai, tempat Kusni Kasdut berjuang, tidak termasuk dalam daftar.

Setelah setahun menunggu, akhirnya tiba saatnya di Rampal Malang, Kusni menerima surat pernyataan sebagai bekas pejuang. Negara hanya mengakuinya sebagai bekas pejuang, dengan sedikit uang pemulihan. Namun, pernyataan menyebut dirinya bukan tentara. Kusni merasa menjadi korban kebijakan demobilisasi, dan hatinya penuh dengan kemarahan. Ia mengutuk nasib yang menimpanya.

Namun, Kusni tidak berhenti di situ. Ia memutuskan untuk membalas dendam kepada negara yang ia anggap telah mengkhianatinya dan memilih jalan yang “berseberangan.” Ternyata, surat pernyataan bekas pejuang itu tidak banyak membantu. Ketika Kusni mencari pekerjaan di berbagai kota, seperti Malang, Surabaya, dan Jakarta, ia menemui kenyataan pahit. Para sahabatnya dari masa revolusi fisik pun tidak memberikan kesempatan.

Sementara itu, Kusni menyaksikan bagaimana negara yang pernah ia perjuangkan kemerdekaannya kini penguasanya adalah orang-orang kaya dan politisi yang sering mengunjungi hotel-hotel mewah, sementara kemiskinan rakyat semakin mencolok di jalan-jalan.

Kusni memutuskan untuk memilih jalan yang “berseberangan” dengan negara. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, ia bergabung dengan kelompok kriminal, menggunakan nama Kasdut.

Setelah merampok Museum Gajah dan mencuri perhiasan kuno, Kusni akhirnya tertangkap di Semarang. Sebelumnya, di Surabaya, ia pernah menculik seorang dokter Tionghoa kaya untuk meminta uang tebusan. Dalam interogasi di kantor polisi Semarang, Kusni mencoba melarikan diri. Dalam baku tembak yang terjadi, salah satu polisi tewas tertembus pelurunya. Ia kembali tertangkap dan masuk penjara, namun berhasil melarikan diri dengan merusak tembok penjara.

1 2 3 4 5



Sumber:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Penulis
Exit mobile version