KoranMandala.com –Muhammadiyah adalah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 18 November 1912. Organisasi ini memiliki anggota sekitar 30 hingga 40 juta orang dari berbagai latar belakang. Sebagai organisasi sosial-keagamaan, Muhammadiyah aktif dalam pendidikan, kesehatan, filantropi, dan pemberdayaan sosial.
Awal Berdiri dan Perkembangan
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Kauman, Yogyakarta. Sebelum mendirikan Muhammadiyah, ia telah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Sekolah ini beroperasi di rumahnya dengan sembilan murid. Awalnya, KH. Ahmad Dahlan membiayai madrasah itu dengan harta pribadinya.
Dalam perjalanannya, KH. Ahmad Dahlan berdiskusi dengan murid-muridnya dari Kweek School Jetis. Dari diskusi tersebut muncul gagasan untuk membentuk organisasi yang lebih besar. Maka, pada 18 November 1912, Muhammadiyah resmi berdiri dan mendapat pengakuan dari Pemerintah Hindia-Belanda pada 22 Agustus 1914.
Meski awalnya ruang geraknya dibatasi, Muhammadiyah berkembang pesat. Pada 1917, dalam Kongres Boedi Oetomo di rumah KH. Ahmad Dahlan, diputuskan bahwa Muhammadiyah akan berkembang ke berbagai daerah. Setelah mendapat izin resmi, KH. Ahmad Dahlan mulai berdakwah lebih luas.
Peran dalam Pendidikan dan Sosial
Organisasi ini mendirikan sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, Muhammadiyah mendirikan rumah sakit, klinik, serta berbagai layanan kesehatan dan sosial.
Dalam bidang filantropi, Muhammadiyah membentuk gerakan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Gerakan ini terinspirasi dari surat Al-Ma’un yang diajarkan KH. Ahmad Dahlan kepada para santrinya. Surat ini mengajarkan pentingnya membantu fakir miskin dan kaum dhuafa.
Peran Perempuan dalam Muhammadiyah
Pada 1917, istri KH. Ahmad Dahlan, Siti Walidah, mendirikan organisasi Aisyiyah. Organisasi ini menjadi wadah bagi perempuan muslim untuk berkiprah di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Aisyiyah adalah organisasi perempuan modernis pertama di Indonesia.
Pemikiran dan Ideologi
Muhammadiyah mengusung prinsip dakwah, tajdid, dan Islam berkemajuan. Dakwah dilakukan untuk menyebarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Tajdid mencerminkan sikap adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Islam berkemajuan menjadi dasar bagi Muhammadiyah dalam berkontribusi terhadap perubahan sosial.
Warisan KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan tidak hanya berdakwah, tetapi juga memberikan keteladanan nyata. Saat sekolah Muhammadiyah kekurangan dana, ia melelang barang-barangnya untuk membantu keuangan sekolah. Tindakannya menginspirasi banyak orang untuk berdonasi.
Di akhir hayatnya, KH. Ahmad Dahlan masih aktif dalam berbagai inisiatif, termasuk mendirikan Hizbul Wathan, Bagian Penolong Haji, dan mushola khusus perempuan. Ia wafat pada 1923, tetapi warisannya tetap hidup dalam perjuangan Muhammadiyah.
Muhammadiyah meyakini bahwa Islam yang ditransformasikan dengan pendekatan modern dapat menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan. Prinsip ini menjadi landasan bagi Muhammadiyah dalam menjalankan misinya hingga saat ini.