KoranMandala.com -Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan. Pada 1916 berdiri Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air). Tahun 1918, didirikan Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran). Organisasi ini menjadi wahana pendidikan sosial, politik, dan keagamaan kaum santri.
Selanjutnya, berdiri Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar) untuk memperbaiki ekonomi rakyat. Keberadaannya memperkuat Taswirul Afkar sebagai kelompok studi dan lembaga pendidikan. Organisasi ini berkembang pesat dengan cabang di beberapa kota.
Nahdlatul Ulama (NU) memiliki sekitar 80 juta anggota pada 2023. NU menjadi organisasi Islam terbesar di dunia. NU mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit. Organisasi ini juga aktif meningkatkan kualitas hidup umat Islam.
NU berdiri pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Surabaya. Pendirinya terdiri dari ulama dan pedagang. Tujuannya membela praktik Islam tradisionalis sesuai akidah Asy’ariyah dan fikih Mazhab Syafi’i. NU juga memperjuangkan kepentingan ekonomi anggotanya.
Pandangan keagamaan NU bersifat tradisionalis. NU menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini membedakannya dari Muhammadiyah yang lebih reformis. Muhammadiyah cenderung menafsirkan Al-Qur’an dan Sunnah secara lebih literal.
Beberapa tokoh NU mendukung konsep Islam Nusantara. Konsep ini menyesuaikan Islam dengan budaya lokal Indonesia. Islam Nusantara mengedepankan moderasi, anti-fundamentalisme, dan pluralisme.
Keterbelakangan bangsa akibat penjajahan mendorong lahirnya Kebangkitan Nasional pada 1908. Kesadaran terhadap penderitaan memicu lahirnya berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Pada 1925, Raja Ibnu Saud ingin menerapkan Mazhab Wahabi di Mekah. Ia berencana menghancurkan peninggalan sejarah Islam yang dianggap bid’ah. Kaum modernis di Indonesia mendukungnya, termasuk Muhammadiyah dan PSII.
Sebaliknya, kalangan pesantren menolak pembatasan mazhab dan penghancuran warisan peradaban. Sikap ini membuat mereka dikeluarkan dari Kongres Al Islam 1925 di Yogyakarta. Mereka juga tidak dilibatkan dalam Mu’tamar ‘Alam Islami di Mekah.
Pesantren membentuk delegasi sendiri, yaitu Komite Hejaz, dipimpin KH. Wahab Hasbullah. Desakan pesantren membuat Raja Ibnu Saud membatalkan rencana tersebut. Hingga kini, umat Islam bebas beribadah sesuai mazhab masing-masing di Mekah.
Keberhasilan Komite Hejaz menunjukkan peran internasional pesantren. Mereka memperjuangkan kebebasan bermazhab dan melestarikan warisan peradaban Islam.
Setelah itu, para kiai sepakat membentuk organisasi yang lebih sistematis. Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) resmi berdiri pada 31 Januari 1926. KH. Hasyim Asy’ari menjadi Rais Akbar pertama.
KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi sebagai prinsip dasar NU. Ia juga menyusun kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab ini menjadi pedoman NU dalam sosial, keagamaan, dan politik.