Selain wajib mengqadha puasa yang tertinggal, mereka juga wajib membayar fidyah sebagai bentuk tanggung jawab atas kelalaian tersebut.
والثاني الإفطار مع تأخير قضاء) شىء من رمضان (مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر) لخبر من أدرك رمضان فأفطر لمرض ثم صح ولم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي أدركه ثم يقضي ما عليه ثم يطعم عن كل يوم مسكينا رواه الدارقطني والبيهقي فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته.
Artinya, “(Kedua [yang wajib qadha dan fidyah] adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha) puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya tiba) didasarkan pada hadits, ‘Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah,’ (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).
Orang yang tidak termasuk dalam kategori memiliki kesempatan untuk mengqadha puasa adalah mereka yang terus-menerus bepergian, seperti pelaut, individu yang sakit hingga datangnya Ramadhan berikutnya, mereka yang menunda qadha karena lupa, atau orang yang tidak mengetahui keharaman menunda qadha.
Namun, jika seseorang hidup di lingkungan para ulama tetapi tetap tidak menyadari keharaman menunda qadha tanpa membayar fidyah, maka ketidaktahuannya tidak dapat teranggap sebagai uzur.
Alasan semacam ini tidak dapat diterima, sebagaimana halnya seseorang yang mengetahui bahwa berdehem saat shalat ada larangannya, tetapi tidak menyadari bahwa hal tersebut dapat membatalkan shalatnya.
Besaran Fidyah
Perlu kamu ketahui bahwa kewajiban membayar fidyah akan terus berlanjut seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan bagi mereka yang memiliki utang puasa hingga melunasinya. (Lihat: Syekh M. Nawawi Banten, Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja, Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan, tanpa tahun, hlm. 114).
Berdasarkan keterangan dari Syekh Nawawi Banten, dapat dipahami bahwa keterlambatan dalam mengqadha puasa hingga datangnya bulan Ramadan berikutnya dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti sakit, lupa, atau kelalaian dalam menunda-nunda.
Jika keterlambatan tersebut penyebabnya oleh kelalaian, maka seseorang wajib mengqadha puasanya serta membayar fidyah sebesar satu mud untuk setiap hari utang puasanya.
Dalam hal ini, ukuran satu mud menurut mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah adalah setara dengan 543 gram, sedangkan menurut mazhab Hanafiyah, satu mud sebanding dengan 815,39 gram bahan makanan pokok, seperti beras atau gandum. ***