Dalam lingkungan yang menjunjung tinggi intelektualitas ini, Sitt al-Mulk menerima pendidikan yang luas dan mendalam, mencakup disiplin ilmu seperti teologi, filsafat, sastra, dan politik.
Salah satu peristiwa berpengaruh dalam kehidupan Sitt al-Mulk terjadi pada November 995 M, ketika ibunya wafat. Sebagai ungkapan duka dan penghormatan, ia memilih untuk tinggal di makam sang ibu selama satu bulan penuh.
Dari ibunya, ia mewarisi seorang budak wanita bernama Taqarrub, yang kemudian menjadi orang kepercayaannya sekaligus mata-matanya di istana. Hubungan erat antara Sitt al-Mulk dan Taqarrub kelak memainkan peran penting dalam memperkuat pengaruh politiknya di lingkungan kekuasaan.
Dinamika dan Pengaruh Politik Sitt al-Mulk
Sitt al-Mulk memainkan peran aktif dalam politik sejak masa pemerintahan ayahnya. Dengan pengaruh yang besar di istana, ia turut serta dalam proses pengambilan keputusan yang menentukan arah pemerintahan.
Perannya mencapai puncak setelah Al-Hakim menghilang secara misterius. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, Sitt al-Mulk dengan sigap mengambil alih kendali pemerintahan dan memastikan stabilitas negara.
Sebagai langkah strategis, ia mengangkat keponakannya, Ali az-Zahir, sebagai khalifah baru. Selama masa-masa awal pemerintahan Al-Zahir, Sitt al-Mulk berperan sebagai penguasa de facto, menjalankan pemerintahan dengan kebijaksanaan dan ketegasan.
Dalam upayanya menata kembali pemerintahan, Sitt al-Mulk membatalkan berbagai kebijakan kontroversial dari Al-Hakim. Ia memulihkan bea cukai yang sebelumnya terhapuskan, mengizinkan perempuan kembali beraktivitas di luar rumah, serta mengembalikan kebebasan untuk menikmati musik dan minuman anggur.
Kebijakan toleransi beragama juga tegak kembali. Non-Muslim yang sebelumnya dipaksa masuk Islam mendapat kebebasan untuk kembali pada keyakinan mereka, sementara mereka yang terpaksa melarikan diri boleh untuk kembali ke tanah air mereka. Langkah-langkah ini mencerminkan kebijaksanaan serta rasa keadilan Sitt al-Mulk dalam memimpin.
Selain itu, ia berhasil menekan pengaruh ajaran Druze di Mesir dan membatasi penyebarannya di wilayah pegunungan Lebanon. Di tingkat diplomasi, ia berupaya meredakan ketegangan dengan Kekaisaran Bizantium, khususnya terkait dengan wilayah Aleppo.
Menurut catatan sejarah yang disampaikan oleh Ibn al-Sabi’ dalam Akhbar al-Qudat serta Al-Maqrizi dalam Itti‘az al-Hunafa, kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Sitt al-Mulk memberikan dampak positif bagi stabilitas politik dan ekonomi Dinasti Fatimiyah pada masanya.