KoranMandala.com -Kewajiban menjalankan ibadah puasa bukanlah suatu perintah yang hanya kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jauh sebelum kedatangan Islam, puasa telah tersyariatkan kepada umat-umat terdahulu, sebagaimana ada dalam firman Allah SWT.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(QS. Al-Baqarah [2]: 183)
Ayat ini menegaskan bahwa puasa adalah ibadah universal yang wajib dari Allah kepada umat-umat sebelum Rasulullah. Ibadah ini merupakan bentuk penghambaan diri sekaligus sarana pelatihan ketakwaan yang telah berlangsung sepanjang sejarah kenabian.
Panduan Menghindari Gangguan Pencernaan Selama Puasa Ramadan
Para ulama tafsir memiliki perbedaan pandangan mengenai makna dari frasa “orang-orang sebelum kamu” dalam ayat tersebut. Sebagian menafsirkannya sebagai kewajiban berpuasa yang telah ada sejak dahulu, sementara yang lain memahaminya sebagai penekanan pada keberadaan umat-umat yang menjalankan puasa.
Meskipun terdapat perbedaan perspektif, semua tafsir mengarah pada satu kesimpulan utama: puasa telah ada syariatnya bagi umat terdahulu, meskipun dengan bentuk, waktu, dan durasi yang beragam.
Jejak Sejarah Puasa Para Nabi di Masa Lampau
Ibadah puasa telah menjadi bagian dari tradisi keagamaan para nabi dan rasul jauh sebelum terwahyukannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Berbagai riwayat dan kitab tafsir mencatat jejak ibadah puasa para nabi terdahulu sebagai bentuk ketaatan dan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Adam AS
Sebagai manusia pertama, Nabi Adam AS telah mengenal ibadah puasa sejak masa awal kehidupannya. Menurut tafsir Ibnu Katsir, beliau melaksanakan puasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun sebagai bentuk penebusan dosa setelah tergelincir dari perintah Allah di surga.
Dalam Tafsir al-Tsa’labi (Beirut: Daru Ihya al-Turats, Cetakan I, 2002, Jilid 2, h. 62), bahwa ketika Nabi Adam AS turun ke bumi, kulitnya menghitam akibat terpapar sinar matahari.
Kemudian, Malaikat Jibril datang dan bertanya, “Wahai Adam, apakah engkau ingin tubuhmu kembali putih?” Nabi Adam AS menjawab, “Tentu saja.” Malaikat Jibril lalu menyampaikan bahwa beliau harus berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan.
Nabi Adam AS pun menjalankan puasa tersebut, dan hasilnya mulai terlihat secara bertahap. Pada hari pertama, sepertiga tubuhnya kembali putih, pada hari kedua dua pertiga tubuhnya memutih, dan pada hari ketiga seluruh tubuhnya kembali ke warna asalnya. Dari peristiwa ini, lahirlah tradisi puasa ayyamul bidh atau hari-hari putih.