- Puasa Mutlak: Puasa dengan menahan diri dari makan dan minum sepenuhnya. Contoh dari puasa ini meliputi puasa Nabi Musa (40 hari 40 malam), puasa Ester (3 hari 3 malam), serta puasa Nabi Isa (40 hari 40 malam).
- Puasa Normal: Puasa dengan tidak mengonsumsi makanan sama sekali, tetapi boleh untuk minum dalam jumlah tak terbatas. Contohnya adalah puasa Daud dalam versi mereka, di mana seseorang tidak makan dan menghabiskan malam dengan berbaring di tanah.
- Puasa Sebagian: Puasa yang membatasi konsumsi makanan dan minuman tertentu dalam kurun waktu tertentu. Contohnya adalah puasa Nabi Daniel, yang berlangsung selama 10 hari dengan hanya mengonsumsi sayur dan air putih.
Menariknya, dalam era modern, ketentuan puasa dalam agama Katolik tidak lagi sepenuhnya berlandaskan ajaran asli, melainkan penetapannya oleh para pemuka agama.
Pada tahun 1966, Paus Paulus VI mereformasi peraturan ketat mengenai puasa dalam tradisi Katolik Kristen, dengan menyesuaikan aturan tersebut berdasarkan kondisi ekonomi setempat serta menjadikannya sebagai bentuk ibadah yang bersifat sukarela.
Di Amerika Serikat, misalnya, kewajiban berpuasa hanya berlaku pada dua hari utama, yaitu Rabu Abu dan Jumat Agung. Sementara itu, setiap hari Jumat selama masa Prapaskah wajib untuk berpantang dari konsumsi daging.
Selain itu, umat Katolik juga harus menaati Puasa Ekaristi, yakni menahan diri dari makan dan minum, kecuali air atau obat, selama satu jam sebelum menerima Ekaristi (Komuni Kudus).
Puasa dalam Peradaban Kuno
Puasa bukan hanya merupakan praktik dalam agama-agama samawi, tetapi juga telah ada dari berbagai peradaban kuno dengan tujuan dan tata cara yang beragam:
- Peradaban Mesir Kuno: Masyarakat Mesir Kuno telah mengenal dan menjalankan puasa secara sadar sebagai upaya pensucian jiwa, terutama pada perayaan keagamaan. Seluruh lapisan masyarakat berpartisipasi dalam puasa ini, sementara para pemuka agama menjalankan puasa dengan durasi lebih panjang, berkisar antara tujuh hari hingga enam minggu setiap tahunnya.
- Peradaban Yunani: Tradisi berpuasa diadopsi oleh masyarakat Yunani dari bangsa Mesir Kuno. Puasa dijalankan secara kolektif sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewa mereka, terutama menjelang peperangan, dengan harapan memperoleh kemenangan.
- Peradaban Cina: Masyarakat Cina menjalankan puasa selama beberapa hari, terutama sebagai bentuk refleksi dan pengorbanan ketika menghadapi musibah atau bencana. Di wilayah Tibet, terdapat kelompok yang menerapkan puasa lebih ketat, termasuk larangan mengonsumsi makanan selama 24 jam penuh, bahkan tidak diperbolehkan menelan air liur.
Sebagai salah satu praktik spiritual yang telah terwariskan sejak masa lampau, puasa tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga cerminan nilai-nilai ketakwaan, pengendalian diri, dan solidaritas sosial.
Tradisi ini terus berkembang seiring waktu, menghubungkan masa lalu dengan masa kini dalam perjalanan spiritual umat manusia. ***