Imam Syafi’i menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama dalam menetapkan ketentuan syariat Islam. Jika tidak ada dalil di dalamnya, beliau mengalihkannya kepada sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai dasar hukum kedua.

Apabila suatu permasalahan tidak ada jawabannya, maka ijma’ para sahabat menjadi sumber rujukan berikutnya. Imam Syafi’i hanya menerima ijma’ sahabat sebagai dasar hukum, bukan ijma’ yang berdasarkan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu.

Jika ketentuan hukum tetap tidak tertemukan dalam ijma’, maka mazhab Syafi’i akan merujuk pada qiyas. Namun, penggunaan qiyas ini merupakan alternatif terakhir dan tidak tergunakan secara luas.

Mazhab Syafi’i memiliki jumlah penganut yang signifikan di kawasan Asia dan Afrika, meliputi negara-negara seperti Turki, Iran, Irak, Suriah, Mesir, Somalia, Yaman, Indonesia, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Singapura. Di Malaysia dan Brunei Darussalam, mazhab ini bahkan ditetapkan sebagai mazhab resmi yang dianut oleh mayoritas masyarakat.

3. Mazhab Hambali

Salah satu mazhab dalam Islam yang merujuk pada pemikiran dan ajaran Ahmad bin Hanbal, atau yang lebih terkenal dengan Imam Hambali. Mazhab ini menjadi mazhab yang dominan penganutnya oleh mayoritas masyarakat di Arab Saudi.

Dalam menetapkan hukum Islam, Mazhab Hambali berpegang teguh pada al-nushush (teks-teks suci), yang mencakup Al-Qur’an, sunnah Rasulullah, ijma’, serta fatwa para sahabat. Apabila terdapat perbedaan pendapat di kalangan sahabat, maka yang dijadikan rujukan adalah pendapat yang paling selaras dengan Al-Qur’an dan sunnah.

Mazhab ini juga menerima hadits mursal sebagai sumber hukum, yakni hadits yang terputus sanadnya di tingkat tabi’in. Meskipun tergolong hadits dhaif, hadits mursal dapat menjadi rujukan apabila diperkuat oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’.

Apabila keempat sumber rujukan utama tidak memberikan ketentuan hukum yang jelas, mazhab Hambali akan merujuk pada qiyas sebagai metode penalaran hukum. Namun, penerapan qiyas ini dilakukan secara sangat selektif dan hanya digunakan dalam kondisi yang benar-benar mendesak.

4. Mazhab Hanafi

Salah satu mazhab dalam Islam yang merujuk pada pemikiran Imam Abu Hanifah, yang terkenal sebagai Imam Ahl al-Ra’yi (tokoh rasionalis dalam hukum Islam). Mazhab ini menjadi yang paling banyak penganut oleh umat Muslim di dunia, khususnya di kawasan Asia Selatan seperti Pakistan, India, Sri Lanka, dan Bangladesh.

Dalam menetapkan hukum Islam, mazhab Hanafi menggunakan beberapa sumber hukum utama, yaitu Al-Qur’an, sunnah (hadis Nabi), fatwa para sahabat, serta metode istihsan. Al-Qur’an dan sunnah berfungsi sebagai landasan utama, sementara fatwa sahabat dan istihsan sebagai dasar serta metode ijtihad untuk menggali hukum dari kedua sumber tersebut.

Berbeda dengan mazhab lain yang lebih menekankan qiyas (analogi), mazhab Hanafi cenderung mengutamakan istihsan dalam kasus-kasus yang tidak secara eksplisit yang aturannya dalam nash (teks suci).

Hal ini karena qiyas anggapannya kurang tepat atau tidak relevan dalam menangani beberapa persoalan hukum tertentu, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual melalui istihsan.

Pendapat Imam Abu Hanifah terdokumentasikan dalam berbagai karya fikih yang ditulis oleh para muridnya, di antaranya Zahir al-Riwayah dan an-Nawadir yang penyusunnya oleh Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.

1 2



Penulis

Comments are closed.

Exit mobile version