KoranMandala.com – Baleg DPR dituduh terlalu cepat merespons Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, berbeda dengan respon terhadap Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Kecepatan tanggapan Baleg DPR ini menimbulkan berbagai spekulasi dan asumsi.
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menegaskan bahwa penolakan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bertentangan dengan prinsip negara hukum yang diadopsi oleh Indonesia.
Menurut Susi, pada 21 Agustus 2024, pembangkangan terhadap putusan MK, yang bertujuan untuk memastikan pemilu yang adil, diperkirakan akan dianggap oleh beberapa elemen masyarakat sebagai pelanggaran terhadap prinsip negara hukum.
Pembangkangan terhadap keputusan MK, yang bertujuan untuk menjamin pemilu yang adil, akan dianggap oleh sejumlah elemen masyarakat sebagai tindakan yang melanggar prinsip negara hukum.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Pernyataan ini disampaikan Susi terkait kemungkinan pemerintah dan DPR yang mungkin mengabaikan putusan MK yang dibacakan pada 20 Agustus.
Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (RUU Pilkada) dalam rapat paripurna DPR yang akan datang. Keputusan ini diambil dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu.
Delapan fraksi di Baleg DPR menyetujui pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP. Namun, Fraksi PDI Perjuangan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk disahkan.
Pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, juga menyetujui agar RUU Pilkada dibawa ke rapat paripurna.
Dua isu utama dalam RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja adalah: pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada tentang syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA), yaitu usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa penghitungan syarat usia harus dilakukan sejak penetapan pasangan calon, bukan sejak pelantikan pasangan terpilih.
Kedua, perubahan Pasal 40 UU Pilkada tentang ambang batas pencalonan kepala daerah, yang hanya mengakomodasi sebagian dari putusan MK.- ***