KoranMandala.com -Bank Dunia (World Bank) telah memperbarui batas garis kemiskinan ekstrem, berdampak pada peningkatan jumlah warga miskin di Indonesia. Berdasarkan laporan East Asia and The Pacific Economic, perubahan ini mengacu pada Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity/PPP) 2017, menggantikan basis PPP 2011 yang sebelumnya digunakan.
Dalam perhitungan baru, garis kemiskinan ekstrem dinaikkan dari USD 1,90 menjadi USD 2,15 per kapita per hari. Dengan kurs Rp15.216 per USD, nilai tersebut setara Rp32.812 per kapita per hari atau Rp984.360 per kapita per bulan.
Bank Dunia juga menaikkan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah dari USD 3,20 menjadi USD 3,65 per kapita per hari (Rp55.538/hari atau Rp1.666.152/bulan). Sedangkan batas penghasilan kelas menengah ke atas naik dari USD 5,50 menjadi USD 6,85 per kapita per hari (Rp104.537/hari atau Rp3.136.110/bulan).
BPS: Sebanyak 25 Juta Orang Indonesia Hidup dalam Kemiskinan
Dengan pembaruan ini, sebanyak 13 juta warga Indonesia yang sebelumnya tergolong kelas menengah bawah kini masuk kategori miskin.
Perbedaan dengan Metode BPS
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kebutuhan dasar untuk menghitung garis kemiskinan (GK). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.
Pada September 2024, garis kemiskinan Jawa Barat tercatat Rp535.509 per kapita per bulan, naik 2,19 persen dibandingkan Maret 2024. Menurut Kepala BPS, Darwis, komoditas makanan menyumbang 74,72 persen terhadap garis kemiskinan tersebut.
Untuk wilayah Jawa Barat, garis kemiskinan setara kurang dari Rp18.000 per kapita per hari. Artinya, penduduk yang pengeluarannya di atas angka tersebut tidak dikategorikan miskin.
Komoditas Penyumbang Kemiskinan
Di perkotaan, komoditas makanan yang berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan adalah:
Beras (22,08%)
Rokok kretek filter (12,09%)
Daging ayam ras (5,36%)
Untuk non-makanan, kontribusi terbesar berasal dari:
Perumahan (9,18%)
Bensin (3,70%)
Listrik (2,51%)
Sementara di perdesaan, komoditas makanan utama adalah:
Beras (25,52%)
Rokok kretek filter (8,79%)
Telur ayam ras (4,51%)
Komoditas non-makanan di perdesaan meliputi:
Perumahan (10,13%)
Bensin (3,09%)
Listrik (1,65%)
Implikasi dan Tantangan
Perbedaan metode penghitungan antara Bank Dunia dan BPS mencerminkan tantangan dalam memahami kondisi kemiskinan di Indonesia. Meski garis kemiskinan Bank Dunia lebih tinggi, BPS tetap menggunakan pendekatan kebutuhan dasar sebagai acuan kebijakan domestik.
Peningkatan garis kemiskinan global menuntut pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan agar dapat mengurangi kesenjangan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.