Koran Mandala -Daya beli masyarakat Indonesia masih mengalami tekanan di awal tahun 2025. Berbagai indikator ekonomi menunjukkan bahwa konsumsi kelas menengah dan calon kelas menengah sedang melemah. Hal ini tentu mengkhawatirkan, mengingat kedua kelompok ini merupakan motor utama perekonomian nasional.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa kelas menengah Indonesia berjumlah 52 juta orang atau sekitar 19% dari total penduduk, dengan kontribusi 40% terhadap total konsumsi. Sementara itu, calon kelas menengah mencapai 148 juta orang atau sekitar 54% dari total penduduk dan menyumbang 44% dari konsumsi nasional. Sayangnya, jumlah penduduk kelas menengah terus menurun, dengan penurunan 9 juta jiwa selama 2018-2023.
Berikut adalah beberapa tanda melemahnya daya beli masyarakat yang patut diwaspadai:
1. Penjualan Eceran Diprediksi Kontraksi
Survei Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa kinerja penjualan eceran pada Februari 2025 mengalami kontraksi sebesar 0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin mengurangi belanja, terutama setelah periode liburan Natal dan Tahun Baru.
Secara tahunan, penjualan eceran hanya tumbuh 0,5%, jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2024 yang mencapai 1,8%. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat mulai lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka.
Singapura Beri Tunjangan Rp 74 Juta untuk Pengangguran, Ini Syaratnya!
2. Jumlah Pemudik Lebaran 2025 Menurun Drastis
Lebaran yang biasanya menjadi momen pergerakan ekonomi besar-besaran kini mengalami penurunan jumlah pemudik. Kementerian Perhubungan mencatat hanya 146,48 juta orang yang diprediksi akan mudik, turun 24,33% dari tahun sebelumnya yang mencapai 193,6 juta orang.
Meskipun belum bisa dipastikan sepenuhnya, penurunan ini dapat menjadi indikasi bahwa banyak masyarakat yang memilih untuk menghemat pengeluaran akibat ketidakpastian ekonomi.
3. Impor Barang Konsumsi Turun 14,24%
Penurunan daya beli juga terlihat dari data impor barang konsumsi yang mengalami penurunan sebesar 14,24% pada Januari-Februari 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Padahal, Ramadan tahun ini datang lebih awal, yang biasanya mendorong peningkatan konsumsi. Namun, kenyataannya, masyarakat justru lebih banyak menahan pengeluaran mereka.
4. Indeks Keyakinan Konsumen Turun
Bank Indonesia melaporkan bahwa indeks keyakinan konsumen (IKK) pada Februari 2025 turun menjadi 126,4 dari sebelumnya 127,2. Penurunan ini terjadi pada indeks ekspektasi konsumen, yang berarti masyarakat mulai khawatir dengan kondisi ekonomi di masa depan.
Meskipun masih berada di level optimistis, tren penurunan ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan keuangan.
5. Perputaran Uang Lebaran Diprediksi Turun
Jika tahun lalu perputaran uang saat Lebaran mencapai Rp 157,3 triliun, tahun ini diprediksi hanya sekitar Rp 137,98 triliun, atau turun 12,28%.
Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah pemudik serta perubahan pola konsumsi masyarakat yang kini lebih berhemat. Selain itu, banyak keluarga yang harus menyiapkan dana untuk biaya pendidikan di tahun ajaran baru.
6. Porsi Tabungan Masyarakat Menipis
Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa porsi pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk tabungan terus menurun. Pada Februari 2025, proporsi tabungan hanya 10,6%, turun dari 11,1% di bulan sebelumnya.
Sebaliknya, proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi justru meningkat menjadi 74,7% dari sebelumnya 73,6%. Hal ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang harus menggunakan lebih banyak pendapatannya untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak bisa menabung seperti sebelumnya.
Kesimpulan: Ekonomi Perlu Dorongan!
Melemahnya daya beli masyarakat bisa menjadi sinyal bahaya bagi perekonomian Indonesia. Jika kondisi ini terus berlanjut, pertumbuhan ekonomi bisa melambat, daya beli semakin terpuruk, dan kesejahteraan masyarakat bisa terganggu.
Pemerintah dan pelaku usaha perlu segera mengambil langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mulai dari memberikan insentif kepada masyarakat hingga menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Jika tidak, kita bisa menghadapi tantangan ekonomi yang lebih besar di masa depan.