KORANMANDALA.COM – Negara Jepang jadi sorotan belakangan ini. Pasalnya, banyak sekolah SD SMP dan SMA yg tutup karena kekurangan murid.
Tak hanya itu, ratusan ribu rumah kosong tanpa penghuni. Sebab, pemiliknya sudah pada wafat.
Sementara anak-anak mereka sudah tak ada lagi. Alhasil, sekolah-sekolah pun kekurangan murid.
“Jauh dari dugaan bahwa Jepang melakukan proses depopulasi lebih cepat dari pada yang direncanakan,” cuit akun Bisnis-Strategi pada Minggu (2/4/2022).
Cuitan selanjutnya, Bisnis-Strategi meramalkan dampaknya amat fatal bagi masa depan ekonomi Jepang.
“Ada dilema yang layak direnungkan. Saat level pendidikan kaum hawa di sebuah negara mengalami peningkatan, jumlah bayi baru yg lahir di negara tersebut akan makin anjlok,” tulisnya.
Menurutnya, banyak negara maju menghadapi problem di atas. Tak hanya Jepang, bakal menyusul negara lainnya seperti China dan Korea.
Dalam analisanya, penyebab menurunnya angka populasi penduduk lantaran pendidikan kaum hawa yang makin meningkat.
“Di Jepang, makin banyak kaum perempuan bekerja dan mandiri. Para kaum hawa tak lagi mau direpotkan dengan mengurus anak karena khawatir mengganggu karir mereka,” cuitnya.
Untuk saat ini, tak hanya Jepang, Korea Selatan pun persis menghadapi dilema seperti itu.
Kondisi krisis kelahiran di Jepang benar-benar mengkhawatirkan. Akibat kehabisan siswa, banyak sekolah-sekolah di Jepang yang mengumumkan tutup.
Angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan.
Penutupan sekolah meningkat terutama di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima.
Kondisi ini merupakan pukulan hebat bagi jepang yang sedang ‘melakukan apapun’ untuk meningkatkan jumlah populasinya.
Biaya hidup dan membesarkan anak yang mahal, juga membuat perempuan di negara-negara seperti Jepang, China dan Korea Selatan enggan untuk memiliki keturunan.
Bahkan ada sebagian yang menghindari untuk menikah. Namun Jepang menunjukkan angka yang lebih rendah dibanding lainnya.
Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjanjikan berbagai hal untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak, dan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting. Namun, kebijakan ini tak banyak berdampak.
Dalam catatan, angka kelahiran anjlok di bawah 800.000 pada tahun 2022 dan ini adalah rekor terendah baru.
Memang membuat terkejut karena perkiraan yang terjadi sekitar 8 tahun ke depan, malah datang lebih cepat.
Angka kecil ini sangat berdampak pada perdesaan yang memang jumlah penduduknya tidak seramai di kota.
Dari data pemerintah Jepang, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun.
Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 menutup gerbang sekolah selamanya, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda.
Para ahli memperingatkan bahwa penutupan sekolah di pedesaan akan memperlebar kesenjangan nasional dan membuat daerah terpencil berada di bawah tekanan yang lebih besar.
“Penutupan sekolah berarti kotamadya pada akhirnya akan menjadi tidak berkelanjutan,” kata Touko Shirakawa, dosen sosiologi di Universitas Wanita Sagami.
Belum diketahui bagaimana nasib gedung sekolah Ten-ei, namun di bagian lain Jepang, sekolah yang ditutup telah menjadi kilang anggur atau museum seni.(*)