KORANMANDALA.COM – Vaksin sebagai cara untuk mengontrol flu burung memicu gangguan tak terelakkan pada perdagangan.
Situasi ini menjadi alasan Brasil menyatakan menolak untuk mendukung vaksin.
Negara tersebut merupakan eksportir unggas terbesar di dunia.
Delapan kasus flu burung yang sangat patogen (HPAI) dikonfirmasi terdapat pada unggas liar termasuk satu di negara bagian Rio de Janeiro pekan ini. Namun tidak ditemukan kasus flu burung tersebut pada ternak unggas komersial.
“Saat ini Brazil bebas dari HPAI. Jika status epidemi kita berubah dan kita akhirnya memutuskan untuk melakukan vaksin, kami sangat yakin kalau hal itu akan menimbulkan gangguan terhadap banyak perdagangan,” kata Eduardo Cunha, wakil delegasi Brazil yang menghadiri sesi umum Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan di Paris, pada Senin (22/5/2023).
Nilai ekspor ayam hampir 10 miliar dolar AS akan berada dalam bahaya jika flu burung menjangkiti ternak komersial di Brasil.
Negara tersebut semakin berperan sebagai negara pemasok unggas dan telur di dunia setelah sejumlah negara importir melarang masuknya daging ayam dan kalkun dari negara dengan kasus virus flu burung.
ABPA sebagai lobi perdagangan daging di Brazil yang mewakili pengolah unggas dan babi menegaskan mereka sebenarnya mendukung penelitian vaksin untuk flu burung karena sejalan dengan gagasan Dewan Unggas Internasional (IPC) dan Dewan Telur Internasional.
Namun ABPA menentang pemberlakuan pembatasan perdagangan di negara-negara yang mengadopsi strategi vaksinasi.
Karena tingkat penyebaran flu burung yang parah, banyak negara mempertimbangkan kembali vaksin unggas, tetapi negara lain seperti Amerika Serikat tetap enggan untuk melakukannya karena akan berakibat pembatasan perdagangan.
Brasil mengekspor unggas dan produk unggas ke lebih dari 130 negara.
Kebijakan tersebut sehingga akan sangat menantang bagi para eksportir untuk melakukan negosiasi terkait vaksin pada produk unggas ekspor tersebut.(*)