KORANMANDALA.COM – Sepertinya, para pelaku Financial Technology (fintech) Peer to Peer (P2P) Lending alias pinjaman online (pinjol) ilegal menerima karmanya. Pasalnya, sebuah tren baru masyarakat muncul.
Seperti apa bentuknya?
Selama beberapa waktu terakhir, masyarakat yang sengaja mengajukan peminjaman dana kepada pinjol ilegal masih terjadi. Namun, mereka enggan mengembalikan atau melunasinya.
Keengganan masyarakat untuk mengembalikan atau melunasi pinjamannya kepada pinjol ilegal, kini menjadi tren.
Baca juga: Tidak Hanya Sampai Bandung, Kereta Cepat Tembus Surabaya? Ini Kata Kemenhub
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas JAsa Keuangan (OJK), menyatakan, sebenarnya, masyarakat mengetahui pinjol mana saja yang ilegal.
Kemudian, lanjutnya, mereka memang sengaja mengajukan dana peminjaman kepada pinjol ilegal dan enggan melunasinya. Sejak awal, ucap dia, mereka memang berniat mengemplang.
“Ini menjadi tren terbaru yang terjadi sekarang,” tandasnya. Rabu, 5 Juli 2023.
Baca juga: Jurus PLN Realisasikan Dekarbonisasi Terungkap, Seperti Ini Strateginya
Lalu, bagaimana dengan kondisi pembiayaan pinjol legal? Dia mengungkapkan, saat ini, banyak kalangan yang tidak sanggup melunasi pinjol. Indikatornya, pada rasio kredit macet.
Penyebabnya, jelas dia, beragam. Misalnya, ujar dia, untuk konsumsi, seperti berbelanja gadget, piknik, dan lainnya, atau modal usaha, seperti pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Sayangnya, kata dia, apa yang direncanakannya meleset dan tidak sesuai harapan.
Baca juga: Rencana Pembangunan Transportasi Massal, BRT Akan Sambungkan Kawasan di Bandung Raya
Hingga Mei 2023, ungkapnya, nilai kredit macet sangat masif. Yakni, Rp 1,72 triliun. Rasio wanprestasi mencapai 3,36 persen, melebihi periode April 2023, yakni 2,82 persen.
Karena itu, ujar dia, pihaknya terus menyosialisasikan dan mengedukasikan tentang pinjol, baik legal maupun ilegal. Hal itu, jelasnya, agar masyarakat bisa merencanakan pengelolaan keuangannya secara efektif.(*)