KORANMANDALA.COM – Sejatinya, Indonesia memiliki keyaaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat berlimpah. Di antaranya, komoditas tambang, yakni nikel.
Karena itu, agar pemanfaatannya lebih berdampak positif bagi negeri ini, pemerintah memutuskan utnuk melarang ekspor nikel. Sontak, putusan itu menyebabkan The World Trade Organization (WTO) bereaksi.
Organisasi perdagangan dunia itu meminta Indonesia merevisi pelarangan ekspor itu.
Akan tetapi, pemerintah menolak permintaan WTO .Bahkan, pemerintah melawan. Caranya, mengajukan banding kepada WTO.
Baca juga: Menteri Perhubungan Diperiksa KPK, Terjerat Korupsi Jalur Kereta?
Tentu saja, perlawanan pemerintah soal pelarangan ekspor nikel melalui pengajuan banding kepada WTO menyebabkan Uni Eropa meradang.
Informasinya, Komisi Uni Eropa melakukan sejumlah upaya agar permintaannya kepada pemerintah Indonesia, yakni menganulir pelarangan ekspor nikel, terwujud.
Mereka mengonsultasikan kemungkinan penerapan The Enforcement Regulation alias Peraturan Penegakan.
Baca juga: Kebut Transisi Energi, PLN Terus Gencarkan Pemanfaatan EBT, Ini Cara Terbarunya
The Enforcement Regulation memungkinkan negara-negara Uni Eropa menegakkan kewajiban internasional berdasarkan persetujuan anggota-anggota WTO.
Penerapan regulasi itu mencakup bea atau pembatasan kuantitatif ekspor-impor.
Uni Eropa pun punya trik lainnya agar Indonesia membatalkan pelarangan ekspor nikel itu. Yakni, membujuk Indonesia agar bersedia menjadi bagian The Multi-Party Interim Appeal Arrangement (MPIA).(*)