Akibat peminat rumah subsidi banyak ditolak, berpengaruh pula terhadap penjualan rumah subsidi yang turun drastis. “Begitu ketatnya regulasi perbankan karena telah ditentukan oleh OJK (Otiritas Jasa Keuangan) dalam menerapkan SLIK (Sistem Layanan Informasi Kreditur) atau BI Cheking, tidak tercapainya target pemerintah untuk menyediakan perumahan kepada rakyatnya,” tegas Yusuf Sumpena.
Seperti diketahui bahwa minat masyarakat begitu antusias untuk memiliki rumah subsidi yang bunganya ringan seperti tertuang dalam KemenPUPR no242/KPTS/M/2020 dimana bunganya 5% dengan tenor 20 tahun.
Bagi orang yang berpenghasilan maksimal Rp8 juta sebenarnya sudah bisa memperoleh kredit rumah dengan harga maksimal Rp160 juta. “Tetapi karena ketatnya regulasi OJK melalui pemberi bank KPR menjadi kendala yang sangat crusial bagi masyarakat untuk memiliki rumah bersubsidi,” kata Yusuf Sumpena.
BACA JUGA: Mau Jadi Penerima Subsidi Perumahan? Simak dan Penuhi Syarat-syaratnya
MARAKNYA PINJOL
Yusuf Sumpena mengatakan bahwa saat ini begitu merebaknya Pinjol ,KUR dan kredit pinjaman lainnya khususnya dikalangan MBR ( Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Namun karena pinjaman tersebut berjangka pendek sehingga banyak peminjam yang pembayaranya telat atau menunggak dua atau tiga bulan sehingga menjadi kendala saat mengajukan KPR.
“Karena sudah aturan OJK, meski syarat cicilan KPR 1/3 dari pendapatan terpenuhi, tetapi karena ada tunggakan tetap saja tidak bisa,” kata Kang Iyus.
Sebagai pengurus Kadin Jabar yang membawahi perumahan, Kang Iyus berharap ada kebijakan perlakuan khusus dari OJK terhadap aturan SLIK bunga KPR bersubsidi FLPP. Kecuali, lanjut Kang Iyus, untuk KPR Comercial silakan.
“Kebijakan OJK ini dibutuhkan agar program pemerintah menyediakan rumah bersubsidi bisa lancar dan bisa dimiliki dan dinikmati oleh kalangan masyarakat bawah rendah,” tutup Yusuf Sumpena.