KoranMandala.com – Juru Bicara Partai Buruh, Gede Sandra, menyampaikan keprihatinannya terkait penurunan kelas menengah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Jumat (6/9), Gede Sandra mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengakibatkan penurunan jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia hingga 9,49 juta jiwa.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa ekonomi Indonesia masih menghadapi dampak jangka panjang pandemi yang disebut sebagai fenomena ‘long Covid’. Menurut Amalia, penguatan daya beli tidak hanya perlu difokuskan pada kelompok masyarakat miskin, tetapi juga kelas menengah.
“Jika kelas menengah kuat, maka daya beli masyarakat secara keseluruhan juga akan meningkat,” tegasnya.
Baca Juga: Jika Jadi Presiden, Ganjar Pranowo Akan Evaluasi UU Cipta Kerja
Menanggapi hal tersebut, Gede Sandra menyatakan bahwa pernyataan BPS tersebut benar, namun kurang lengkap. Ia menyoroti bahwa meskipun ekonomi global mulai pulih pasca-pandemi, Indonesia justru kesulitan untuk kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi pra-Covid.
“Negara-negara seperti Vietnam, China, dan Amerika Serikat sudah kembali pada pertumbuhan indeks GDP riil mereka. Namun, Indonesia masih tertinggal jauh,” ujar Gede Sandra, merujuk pada data grafik yang dibuat oleh ekonom Arief Anshori Yusuf.
Gede Sandra menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama dari lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia adalah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah, khususnya melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK). Kebijakan ini, menurutnya, telah berkontribusi pada penurunan upah riil pekerja, yang berdampak langsung pada daya beli kelas menengah.
“UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, seperti PP 36 tahun 2021, membatasi kenaikan upah minimum hanya 1,09 persen, sementara inflasi mencapai 5,5 persen pada tahun 2022 dan 2,6 persen pada tahun 2023. Akibatnya, upah riil pekerja turun, dan daya beli kelas menengah tertekan,” jelasnya.
Penurunan daya beli ini, menurut Gede Sandra, telah berdampak negatif pada sektor industri. Banyak perusahaan terpaksa mengurangi kapasitas produksi, yang berujung pada peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Untuk itu, Partai Buruh mendesak pemerintahan saat ini maupun yang akan datang, baik Presiden Joko Widodo maupun calon presiden Prabowo Subianto, agar mempertimbangkan untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kebijakan ini terbukti ikut andil dalam menurunkan daya beli kelas menengah dan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat pasca-pandemi,” pungkasnya.