Oleh : Widi Garibaldi
Dalam hitungan hari, kita akan meninggalkan tahun 2023 yang penuh dengan kenangan. Kenangan pahit dan manis. Sebut saja misalnya, peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 Februari. Captain Pilot Susi Air, Philips Marthen yang berkewarganegaraan Selandi Bau, disan dera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya di kabupaten Nduga. Sudah hampir setahun penuh Pilot yang malang itu berada di bawah ancaman senjata Kogoya. Ia merayakan Natal di tengah belantara Papua. Hingga kini belum juga ditemukan titik terang untuk membebaskannya.
Peristiwa menggemparkan terutama di bidang penegakan hukum, terjadi pada tanggal 13 Februari. Seorang Jenderal Polisi yang menjabat Kadiv Propam yakni Ferdy Sambo dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Mahkamah Agung karena tega membunuh ajudannya sendiri, Nofriansyah Yosua Hutabarat. Kalau saja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak bertekad untuk membangun kembali citra Polri yang sudah jatuh hingga tingkat nadir, sulit dibayangkan betapa Jenderal berbintang 2 dapat diseret ke depan Meja Hijau.
Tekad Kapolri itu semakin nampak jelas manakala seorang jenderal Polri lainnya yakni Jenderal Teddy Minahasa juga diseret ke depan Meja Hijau. Kalau Sambo terlibat perkara pembunuhan, Jenderal Teddy Minahasa pada tanggal 9 Mei, harus mempertanggungjawabkan ulahnya, menggelapkan 5 kg sabu sebagai barang bukti yang hendak dimusnahkan. Keserakahannya telah meruntuhkan martabatnya sebagai Jenderal Polisi, dengan cara mengelabui publik. Ia menukar 5 kg narkoba itu dengan tawas ketika hendak dimusnahkan. Lalu 5 kg sabu itu dijualnya untuk memperoleh ratusan juta rupiah walau harus mengorbankan nasib dan masa depan anak bangsa.
Pada bulan yang sama yakni tanggal 17 Mei, bukan hanya Jenderal yang harus dimintai pertanggungjawaban, tetapi juga Menteri. Menkominfo Johny G Plate yang selalu tampil perlente di layar kaca. Ternyata ia ikut mengganyang uang rakyat hingga 8 triliun rupiah dalam rencana pembanguan BTS 4 G. Apa yang dialami oleh Menkominfo Johny Plate rupanya tak membuat jera Menteri lain. Berasal dari partai yang sama yakni Nasdem Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga harus berurusan dengan KPK. Diperkirakan sekitar Rp30 miliar uang negara tak tentu rimbanya akibat perbuatannya itu.
Apa yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu ternyata terhubung dengan pemerasan yang dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Jenderal Polisi 3 bintang ini akihirnya ditetapkan sebagai Tersangka.
Keterlibatan Syahrul Yasin Limpo, menambah jumlah 13 Menteri yang tercatat jadi koruptor. Mereka itu adalah Rohmin Dahuri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ahmad Sujudi Menteri Kesehatan,Hari Sabarno Menteri Dalam Negeri, Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial,Siti Fadilah Supari Menteri Kesehatan,Andi Malarangeng Menteri Pemuda & Olah Raga,Jero Wacil Menteri ESDM/Pariwisata, Suryadharma Ali Menteri Agama, Idrus Marham Menteri Sosial,Imam Nahrowi Menteri Pemuda & Olah Raga,Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan, Juliari Batubara Menteri Sosial dan Johny Plate Menteri Komunikasi dan Informatika.
21 anak tanggal lagi
Catatan dengan tinta merah yang ditorehkan oleh para Jenderal dan Menteri itu, membuat khalayak sangsi menyongsong tibanya Tahun Emas, the golden age, 100 tahun sejak diproklamirkannya kemerdekaan RI.Kesangsian itu bukan tanpa alasan walaupun Pemerintah telah menorehkan beberapa prestasi seperti dicabutnya status darurat pandemi Covid-19 tanggal 21 Juni atau diresmikannya kereta api cepat Whoosh tanggal 2 Oktober.
Menurut catatan, indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2022 mengalami penurunan drastis dihitung sejak tahun 1995. RI berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei.Jauh di bawah negara Timor Leste. Timbul pertanyaan : Akankah RI benar-benar akan memasuki tahun emas, tahun dimana cita-cita bangsa terwujud ? Tahun dimana seluruh rakyat telah hidup dalam suatu negara yang berkeadilan sosial ?
Tahun emas itu – tahun 2045 – tinggal 21 tahun lagi. Artinya, tinggal 4 periode keprisidenan lagi. Jadi, 4 kali pemilihan Presiden, kita sudah sampai pada masa keemasan itu. Persoalannya, mampukah Presiden yang akan kita pilih menuntun kita menapaki ke – 21 anak-anak tangga itu ? Mampukah pasangan Presiden yang akan kita pilih bulan Februari 2024 yang akan datang membimbing kita menelusuri anak tangga pertama dan seterusnya ? Manakala tidak, bencanalah yang kita hadapi.
Kitapun akan tersentak dari mimpi…rupanya the golden age itu hanya fatamorgana belaka !***