Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
SECARA fisik Yusril Ihza Mahendra itu tak begitu tampak isi otaknya. Padahal dia seorang Profesor Dr. Lalu dibelakangnya ada tambahan SH dan M.Sc. Dia itu akademisi, politisi dan pernah jadi menteri. Jabatan mentereng pernah dipegangnya mulai dari Mensesneg sampai Menhukham.
Rambut di kepalanya lebat dan hitam tebal. Tak ada cerita berapa bulan sekali dia semiran. Tak ada bagian yang menipis, apalagi botak seperti banyak profesor lain. Botak di rambut itu, dulu memang sudah merupakan trade mark profesor.
Dia itu Guru Besar Hukum Tata Negara yang paling punjul dan diakui. Tak hanya seisi negeri, tapi juga sejagat raya.
Tapi yang agak mendekati ciri-ciri profesor adalah perilakunya yang seperti orang linglung. Seperti lupa apa yang dilakukan sekarang, berbeda dengan apa yang pernah dikatakan sebelumnya.
Seorang saksi ahli dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi, menyoal kontroversi ucapan dan tindakan Profesor Dr. H. Yusril Ihza Mahendra SH M.Sc. gelar Datuak Maharadjo Palindungan (lahir 5 Februari 1956).
Beberapa waktu lalu, usai Mahkamah Konstitusi membacakan putusan No. 90/PUU-XXI/2023 dia langsung berkomentar putusan MK itu bermasalah dan cacat hukum. Lantas ia berfikiran sebaiknya Gibran Rakabuming Raka tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden. Akan timbul banyak masalah dan berkepanjangan.
Tapi ketika kemudian ternyata GRR mencalonkan diri sebagai Wapres mendampingi Prabowo Subianto dan KPU menyatakan menang, Yusril malah mendukungnya.
Bahkan ketika proses pemilu yang dianggap banyak kecurangan digugat ke Mahkamah Konstitusi, Yusril tampil sebagai ketua Tim Hukum paslon Prabowo-Gibran.
Tentu saja sikap dan ucapannya sekarang bertentangan dengan yang diucapkannya tanggal 20 Oktober 2023 itu.
Dia dan timnya pasang badan melalui dalil-dalil hukumnya agar gugatan itu ditolak. Tentu tujuannya agar Prabowo-Gibran tidak didiskualifikasi.