KORANMANDALA.COM – ALEXIS ? Ya, benar Alexis. Sebuah Nama tempat hiburan malam di Jalan Kampung Bandan Pademangan Jakarta Utara dekat Ancol yg dulu pernah menjadi buah bibir masyarakat karena kerap terjadi “omon omon” di sana.
Meski disebut-sebut diimilki oleh Tirta Juwana Darmaji alias Alex Tirta, namun akta PT Grand Ancol Hotel, perusahaan pemilik Hotel Alexis, sama sekali tak mencantumkan nama AT.
Dalam akta perusahaan, pemilik hotel adalah Gold Square Enterprises Limited & Sension Overseas Limited, perusahaan yang berbasis di British Virgin Islands (?).
Kini tempat yngg sempat berwarna ikonik tersebut dan sempat berganti nama jadi Xis Karaoke 4Play tsb sudah relatif sepi dari pemberitaan media, terutama pasca diitutup oleh Gubernur Jakarta saat dijabat oleh Anies Baswedan pada 27 Oktober 2017.
Praktis hingar bingar nama Alexis sebagai salah satu dari 3 nama besar Group hiburan malam selain Malio & Illigals mulai surut. Dua nama terakhir, yakni Malio -termasuk Classic Hotel- dimiliki Rudy Susanto & Arief Prijatna. Sedangkan Illigals milik Iwan Tjahyadikarta.
Lucunya setelah kalah dari Uzbekistan U-23 kemarin malam, di berbagai platform media sosial marak lagi nama Alexis yg dikait-kaitkan dengan wanita asal negara yg dalam bahasa aslinya bernama O‘zbekiston Respublikasi atau O‘zbekiston Jumhuriyati tsb.
Foto-foto yang banyak beredar disebut-sebut adalah wanita asal negara pecahan Uni Soviet yg berpenduduk sekitar 32 juta jiwa (sensus terakhir 2016) tsb yg memang dikenal dulu banyak bisa ditemui di 3 tampat yg sudah disebut2 diatas, termasuk (yg paling banyak) Alexis.
Namun karena foto2 “Wanita Uzbek” tsb banyak diedarkan secara anonim, maka kaasliannya tidak bisa dikonfirmasi.
Terus apa hubungannya dengan skkuad Indonesia U-23 hasil godogan Shin Tae-yong?
Memang InsyaaAllah Anggota Tim Garuda Muda Indonesia tidak ada yg pernah ke Alexis, apalagi sudah ditutup 7 tahun lalu dan saat itu usia mereka baru rata2 15 tahun. Jadi banyaknya meme yg sekarang beredar di WAG, Twitter, FaceBook, Instagram, TikTok dsb hanya sekedar candaan pelepas rasa sebal thdp kepemimpinan Wasit Shen Yin Haq (37th) asal China yg dianggap “memanfaatkan” alias berlindung dibalik Teknologi VAR (Video Assistant Referre) utk keputusan2nya yg tidak obyektif.
Saya mengambil diksi Wasit SYH memanfaatkan VAR diatas -mirip2 Analogi KPU menyalahgunakan Teknologi SIREKAP dalam Pemilu 2024 kemarin- karena memang Teknologi sebenarnya tidak salah, namun oknum penggunanya yg bisa (me) salah (kannya).
Karena meski Teknologi sudah memberi kontribusi positif yg sangat membantu, namun final decision tetap terletak pada unsur manusianya, dalam hal pertandingan kemarin adalah wasit SYH. Artinya masukan dari Wasit VAR dari Thailand yg berada dibalik Layar sebenarnya tetap bisa tidak dieksekusi putusannya oleh Wasit Lapangan.
Namun apakah hal tsb tidak bisa dikoreksi? Toh sebenarnya Wasit bukan MK, artinya keputusannya tidak mutlak ‘final and bundling’ karena ada saja kasus Wasit yg kemudian terbukti salah dan disanksi FIFA, meski sayangnya pertandinganya sudah tidak bisa diulang.
Kasus ini mirip Putusan MK No 90, meski jelas2 bersalah secara Etik dan diputus MKMK, namun Paman Usman hanya disanksi dicopot Jabatannya dan bukan selaku Hakim MK. Apalagi ditemukan fakta bahwa ternyata dia masih menikmati semua Fasilitas spt Ketua MK (Rumah, Ruang dan Rumah bahkan sampai Mobil Dinas Ketua MK) sebagaimana diakui Jubir MK bbrp waktu lalu. Terlebih2 DKPP juga sudah memberi Sanksi setara kepada KPU, namun berakhir “omon omon” saja.
Oleh karena itu sebagaimana Usulan Wireless Comnunication antar Wasit dan Hakim Garis serta Embrio Teknologi VAR yg pernah saya usulkan semenjak 35 tahun silam, tepatnya di bulan Juli 1995 melalui salahsatu Harian di Jogja (Bernas, saat diwawancara Wartawan Alm. FX Mantoro Suryo Putro), saya bisa mengusulkan perbaikan mekanisme utk VAR agar bisa lebih fair dan tidak lagi merugikan pihak2 tertentu sebagaimana kasus pertandingan Indonesia U-23 vs Uzbekistan U-23 kemarin.
Caranya sebenarnya sederhana, masih ada hubungannya lagi dgn Alexis, eh Alex Tirta juga, yakni Olahraga Bulutangkis yg kini Organisasinya (PBSI) dipimpin Pria yg disebut2 terlibat dgn kasus Firli Bahuri dan SYL mantan Menteri Pertanian tsb.
Usulan kongkrit saya adalah digunakan mekanisme yg bisa diajukan oleh Official atau Pelatih Sepakbola yg mendampingi anak buahnya saat berkata di lapangan, dimana kalau dalam Olahraga Bulutangkis hal ini bisa diajukan langsung oleh Pemain, yakni Permintaan CHALLENGE bilamana ada hal2 yg kurang fair dirasakannya. Jadi mirip2 dalam Bulutangkis, mekanisme CHALLENGE ini bisa digunakan utk mengakses VAR juga, tidak hanya Sang Wasit sebagai Penguasa Tunggal di Lapangan saja.
Tentu ada batas maksimal juga -spt Badminton- misalnya dalam 2x 45 menit hanya bisa diajukan 5x CHALLENGE dan jika perpanjangan waktu 2x 15 menit maksimal diajukan sebanyak 2x.
Demikian juga secara teknis tinggal ditambahkan fungsi VIRTUAL LINE yg bisa ditampilkan melalui VAR sehingga benar2 Obyektif bilamana terjadi Offside / OnSide, Goal atau adanya Pelanggaran dalam Kotak Pinalti, Keputusan Kartu Kuning / Merah dsb. Secara teknis penambahan fungsi VIRTUAL LINE ini mudah dilakukan dalam VAR, apalagi sekarang ada teknologi AI (Artificial Intelligence) yg bisa membuatnya dgn sangat realistis dan obyektif.
Saya yakin gabungan Mekanisme CHALLENGE dan penambahan Teknologi VIRTUAL LINE dalam VAR ini akan benar2 membuat olahraga sepekbola dibawah FIFA akan kembali Obyektif dan menjauhkan dari tuduhan2 miring kepada sikap Wasit seperti kasus SYH kemarin.
Kesimpulannya, Indonesia sebenarnya bisa menjadi negara yg mengusulkan usulan2 saya ini. Baik melalui Ketua PSSI Erick Thohir yg kebetulan adalah seorang Menteri dan kebetulan juga dia sempat berpengalaman menangani Tim Luar Negeri AC Milan atau melalui Menpora Ario Bimo Nandito yg memang bidang tugasnya, mumpung keduanya saat ini juga terlihat di Qatar saat menonton pertandingan kemarin.
Ini bisa menjadi Usulan Progresif dan Futuristik dari Indonesia utk FIFA demi Obyektivitas dan Integritas Cabang Olahraga Sepak bola yg menjadi kebenaran mayoritas pendidik dunia saat ini.
Namun tentu semua berpulang pada Niat dan Hati Nuraninya, kalau mau. Karena sebagaimana Pemilu 2024 kemarin, ada Teknologi SIREKAP bisa dibuat Jujur dan berintegritas atau malah digunakan utk Kecurangan bahkan Kejahatan … AMBYAR.
)* Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen, Menpora Kabinet Indonesia Bersatu ke-II 2013-2014.