KoranMandala.com –MSG atau micin telah lama menjadi bagian penting dari masakan Asia Timur, hingga menjadi bagian dari budaya. Di Indonesia, micin hampir selalu hadir dalam makanan yang dibeli. Namun, kita sering diberi peringatan bahwa makanan sehat adalah yang tidak mengandung MSG.
Konsumsi MSG disebut-sebut bisa menyebabkan pusing, jantung berdebar, mati rasa, hingga mual. Bahkan, ada yang menyebut bahwa MSG dapat memicu kanker otak. Sejak itu, penggunaan MSG menjadi pertimbangan dalam memilih makanan.
Di samping itu, banyak informasi yang tidak jelas tentang MSG. Meski berbagai penelitian telah dilakukan, belum ada bukti ilmiah yang mengkonfirmasi dampak negatif MSG terhadap kesehatan manusia.
Monosodium Glutamat atau MSG pertama kali ditemukan pada tahun 1908 oleh Dr. Kikunae Ikeda, seorang ahli kimia dari Tokyo Imperial University. Ikeda menemukan rasa gurih, yang dalam bahasa Jepang disebut “umami”.
Perjalanan Ikeda dalam menemukan umami dimulai pada tahun 1907, saat istrinya membuat kelp dashi, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut kering. Ikeda menyadari bahwa rasa yang ia temukan di tomat, asparagus, dan keju saat berada di Jerman juga hadir dalam kaldu tersebut.
Ikeda berhasil mengidentifikasi asam glutamat sebagai komponen utama dalam rasa kaldu dan berusaha menetralkannya dengan sodium. Hasilnya adalah produk penyedap rasa yang masih digunakan dalam industri makanan hingga kini.
Jika MSG dibuat dari bahan alami, dari mana datangnya informasi bahwa MSG berbahaya bagi kesehatan? Jawabannya cukup mengejutkan: stigma buruk terhadap MSG bermula dari sebuah hoaks.
Pada tahun 1968, Dr. Robert Ho Man Kwok, seorang dokter anak, menulis surat kepada The New England Journal of Medicine. Ia menceritakan gejala seperti mati rasa di bagian leher setelah makan di restoran Cina di Amerika, dan mencurigai MSG sebagai salah satu penyebabnya.
Meski Kwok tidak menyatakan dengan pasti bahwa MSG adalah penyebabnya, suratnya memicu kepanikan yang diperparah oleh media dan penelitian yang mencoba membuktikan bahaya MSG. Bahkan, istilah “Chinese Restaurant Syndrome” muncul, menyudutkan restoran Cina di Amerika yang menggunakan MSG.
Namun, surat tersebut ternyata adalah hoaks yang ditulis oleh Dr. Howard Steel sebagai prank dan taruhan dengan temannya. Semua informasi dalam surat itu, termasuk nama dan institusi Kwok, adalah palsu.