Berikut jawabannya:
1. Anak kita merasa jauh lebih mudah dipuji dan diterima di dunia game. Begitu masuk gamenya sudah disambut “inilah pahlawan kita! yang akan menyelamatkan dunia” (diiringi suara terompet).
Anak kita merasa bisa tampil sebagai pahlawan di sini. Tapi di kehidupan nyata, mereka menganggap diri mereka Total Loser!
2. Anak kita merasa jauh lebih mudah berprestasi di dunia game.
Ada panduan dan tujuan yang jelas, ada misi, ada perlengkapan sesuai dengan kebutuhan.
Tetapi di kehidupan nyata, mereka merasa orang tua hanya menyuruh untuk berprestasi di sekolah, les dan belajar yang rajin tanpa pernah menjelaskan tujuannya untuk apa dan bagaimana caranya.
3. Anak bisa membuat dan menghancurkan apapun yang mereka inginkan tanpa ada konsekuensi seperi di dunia nyata.
4. Jika berhasil dan naik level dirayakan, dielu-elukan seperti orang besar. Sementara di dunia nyata, mereka jarang diapresiasi dan dipuji tapi lebih sering diberi hinaan dan hukuman.
5. Mereka merasa bisa menjadi seseorang yang dihargai dengan sangat cepat.
Jika mereka kalah, mereka disemangati. Boleh mengulang tidak ada caci maki dan hinaan bahkan tidak ada hukuman.
6. Jika tamat diapresiasi lebih tinggi. Karena itu mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk bermain sampai selesai. Oleh karena itulah mereka lebih mudah hidup di dunia game daripada di dunia nyata.
Melihat hal di atas, orang tua sebenarnya bisa mendidik mereka dengan cara menerapkan cara-cara atau kebiasaan kehidupan dunia game ke dalam kehidupan sehari-hari, misalnya;
1. Jangan hanya marah ketika anak berbuat salah, tapi pujilah juga mereka setiap mereka melakuan perubahan kecil, supaya mereka tahu jika kita suka dengan perubahan perubahan kecil yang mereka lakukan. Perubahan kecil yang terus menerus dipupuk dengan pujian, perubahan itu akan membesar.