Jangan-jangan, lembur di atas pun akan merasakan penderitaan dan kekecewaan.
Abah takut “dilaknat” karuhun lantaran tidak bisa memegang amanah.
Sementara itu, sejak kepergian Abah, saat ini, Darmaloka menjadi merana.
“Abah sudah berpulang. Mulih ka jati, mulang ka kalanggengan”. Balong Beunteur, sebagai pusat mataair, sudah mulai berkurang alirnya. Paralon mengular. Nyaris kehilangan nilai estetis dan tidak terawat. Daun-daun kering berserakan di mana-mana. Ikan “beunteur” hilang gairah.
“Saya masih mengingat dengan baik, Abah seperti memendam keharuan mendalam, saat Abah diganjar Kalpataru. Sebuah penghargaan tertinggi bidang pelestarian lingkungan dan Bertemu presiden RI Soeharto” katanya.
Sosok Abah merasa orang kampung, berpakaian alakadarnya. Sebab Abah tidak akan berubah. Namun berkat kepedulian dan ketekunan merawat lingkungan, dia bisa mendapatkan penghargaan prestisius dan luar biasa dari Pemimpin negeri ini.
Agar tidak “pareumeun obor”, prestasi, dedikasi dan kepeduliannya terhadap lingkungan alam, ada yang mau melanjutkan jejak mulia Abah? – *** wawan jr