KORANMANDALA.COM – Kudapan “cilok” (aci dicolok) menjadi jajanan yang paling banyak peminatnya. Pedagangnya pun bermunculan seperti jamur tumbuh di musim hujan.
Cilok merupakan kudapan khas Sunda yang berbentuk mirip baso yang terbuat dari tepung tapioka, bertekstur kenyal, dengan tambahan bumbu pelengkap seperti sambal kacang, kecap, dan saus. Bentuknya bulat-bulat dan kadang diisi dengan isian seperti daging atau potongan telur.
Kata cilok adalah akronim dari kata bahasa Sunda, yaitu “aci” yang memiliki arti “tapioka” dan “dicolok” atawa “ditusuk”. Artinya batang lidi yang menusuk aci tersebut.
Penamaan ini merupakan tradisi penamaan dalam bahasa Sunda yang bertujuan untuk memudahkan penyebutan dan memberikan informasi terkait bahan dan teknik memakan makanan tersebut.
Cilok biasanya dijual sebagai jajanan jalanan oleh pedagang kaki lima (PKL) dengan menggunakan sepeda kayuh ataupun sepeda motor sambil membawa gerobak yang digunakan, untuk membawa wadah yang membawa cilok tersebut di pemukiman warga, pinggir jalan, dan atau mangkal dekat sekolah-sekolah.
Harga cilok relatif murah dan terjangkau oleh anak-anak sekolah hanya Rp 1.000/per- tusuk sampai Rp 2.000/ per-tusuk. Tentu cilok lebih murah jika dibanding Baso Sapi tapi rasanya enak di lidah, maknyooos.
Mas Hari salah seorang pedagang cilok kuah asal Malang Jawa Timur, sudah sejak lama mangkal di pinggir jalan dekat Polres Kuningan.
Dia masuk Kuningan sejak tahun 2004 artinya perjalanan hidupnya cukup panjang. Sekitar 20 tahun-an.
Para pelanggan mengatakan, cilok Mas Hari diklaim paling enak. Makanan khas Sunda rasa Malang, sebuah kolaborasi yang bagus. Sehari bisa terjual 80 sampai 100 mangkuk dengan harga Rp 10 ribu permangkuk
“Dari hasil jualan cilok ini, lumayan bisa menyambung hidup dan menyekolahkan anak,” ungkap Ayah dari 4 orang anak ini.
Menurut Mas Heri, suka duka sebagai pedagang cilok selalu ada. Tapi yang paling membahagiakan adalah setiap tahun bisa pulang mudik.