KORANMANDALA.COM – Lawang Sewu di Kota Semarang Jawa Tengah kini disulap menjadi museum yang menunjukkan ragam koleksi tentang kereta api di Indonesia dari masa ke masa.
Koleksi yang dipamerkan antara lain adalah koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, Mesin Hitung, Mesin Tik, Replika Lokomotif Uap, Surat Berharga dan lain-lain.
Menurut laman heritage.kai.id., museum ini diperlihatkan juga proses pemugaran gedung Lawang Sewu yang sempat terbengkalai, terdiri dari foto, video, dan material restorasi.
Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan yang dipenuhi buku-buku tentang kereta api.
Museum kereta api ada hubungannya dengan sejarah pembangunan Gedung Lawang Sewu sekitar tahun 1930.
Lawang Sewu dibangun pada tanggal 27 Februari 1904, masih di masa kolonial Belanda.
Bangunan ini difungsikan sebagai Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta (Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij-NIS).
Bangunan Lawang Sewu dirancang oleh seorang arsitek asal Amsterdam, Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag. Model bangunan dibuat dengan ciri dominan berupa elemen lengkung dan sederhana.
Keputusan membangun Kantor Pusat NIS tentu bukan tanpa alasan. Semuanya bermula pada tahun 1867, ketika jalur kereta api pertama di Indonesia telah selesai dibangun. Jalur tersebut menghubungkan stasiun Semarang NIS dan stasiun Tanggung.
Kemudian pada tahun 1873, jalur kereta api dibangun untuk menghubungkan Semarang-Solo-Yogyakarta oleh NIS, termasuk Kedungjati-Ambarawa sepanjang 206 km.
Tujuan pembangunan jalur kereta api itu adalah untuk mengangkut hasil perkebunan dan pertanian dari daerah Solo dan Yogyakarta ke pelabuhan Semarang, menggantikan pedati yang saat itu menjadi angkutan tradisional. Keterangan ini dikutip dari laman cagarbudaya.kemendikbud
Berkat kereta api, proses pengangkutan jadi lebih praktis, dan akhirnya perusahaan NIS semakin berkembang. Seiring dengan bertambahnya jumlah pegawai, mereka pun memutuskan untuk membangun kantor administrasi baru. Itulah cikal bakal berdirinya Lawang Sewu. (wawan jr)***