Tradisi ini dilakukan dengan peralatan sederhana yang dapat menghasilkan suara keras. Peralatan yang digunakan untuk membangunkan sahur biasanya terdiri atas panci, galon air, dan terkadang radio.
Sementara itu, di Tegal ada “tradisi koprekan”, tradisi membangunkan sahur masyarakat Tegal.
Menurut Mas Atmo Tan Sidik, dikenal luas sebagai tokoh budaya Brebes dan Tegal.
Tradisi koprekan merupakan rekonstruksi nostalgia di masyarakat, diperkirakan lahir pada abad ke-21, dilakukan memakai alat musik pukul seperti kentongan dan berbagai perabotan rumah tangga seperti jerigen dan botol.
Sedangkan di Gorontalo terdapat “tradisi koko’o” (ketuk sahur). Orang-orang yang membangunkan sahur biasanya menghasilkan bunyi-bunyian dari kaleng atau botol, sembari menyanyikan lagu daerah.
Selain peralatan sederhana tersebut ada pula yang membunyikan kentongan.
Tradisi membangunkan sahur ini kata Asep, tujuannya agar warga muslim pada malam Ramadhan ini harus bangun lebih awal. Kemudian usai Imsak mengikuti shalat berjamaah di masjid terdekat.
Sayang, semua tradisi itu dalam beberapa jam lagi tinggal kenangan karena Ramadan segera berakhir.
Tradisi tersebut mudah-mudahan hadir lagi di Ramadan tahun mendatang. (Wawan Jr)***
Satu kelompok remaja pembangun Sahur di komplek perumahan Cigugur Kuningan. (Foto : Wawan Jr’-kiranmandala)