KORANMANDALA.COM – Tabuhan Bedug di setiap beranda Masjid, keberadaannya sudah ada sejak zaman Majapait bahkan semakin terus berkembang di seluruh peloksok negeri.
Konon keberadaan Bedug dikaitkan dengan Islamisasi yang disebarluaskan oleh Wali Songo sekitar abad ke 15 memasuki abad ke 16.
Bedug mulai diletakkan di beranda masjid atau dilantai dua masjid. Fungsi Bedug ini tiada lain untuk mengajak umat Islam melaksanakan salat lima waktu.
Saat memasuki jadwal salat (Subuh, Dhuhur, Ashar, Magrib dan Isya) biasanya Bedug ditabuh oleh petugas “merebot”, dengan irama pukulan beberapa kali dan dilanjutkan mengumandangkan Adzan.
Tradisi menabuh Bedug menjelang salat sebagai penanda mengajak salat kepada umat Islam, hingga saat ini masih terus berlangsung. Namun di beberapa daerah tradisi menabuh bedug ini nyaris tidak dilakukan lagi oleh pengurus masjid.
Biasanya tabuh bedug dilakukan sebagai penanda besok pagi sudah melakukan ibadah puasa,” kata H Umbara.
Irama “dangdangan” berasal dari suara bedug yang ditabuh, sehingga dikenal hingga sekarang dengan tradisi tabuh bedug dandangan.
Itu diambil dari suara bedug yang ditabuh yang berbunyi “dang-dang-dang,”.
Menabuh Beduk Blandrangan tersebut, merupakan tradisi yang menandai awal bulan puasa keesokan harinya. Tidak ada yang tahu persis sejak kapan tradisi tabuh Bedug itu dimulai.
Ukuran Bedug di setiap masjid berbeda, diantaranya ukuran standar muka lingkaran Bedug dari mulai 90 cm, 120 cm, sampai ukuran terbesar 180 centimeter.