KoranMandala.com -Forum Tanah Air (FTA), komunitas diaspora yang tersebar di 22 negara bersama para aktivis sosial, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana menjadikan proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Pernyataan ini disampaikan dalam rilis resmi yang menyoroti berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat pembangunan PIK2.
FTA mengungkapkan bahwa sejumlah warga lokal yang tinggal di sekitar kawasan PIK2 telah menjadi korban ketidakadilan. Mereka dipaksa menjual tanah dengan harga yang jauh dari layak atau kehilangan lahan tanpa kompensasi memadai. Proses pembebasan lahan yang dilakukan pengembang disebut kerap memicu konflik, bahkan mengakibatkan penggusuran paksa yang memaksa warga meninggalkan tempat tinggal mereka.
“Proyek ini hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, sementara masyarakat lokal semakin terpinggirkan,” ujar Tata Kesantra, Ketua Umum FTA dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu 17 November 2024.
Diduga sebagai Proyek Balas Jasa, PIK 2 dan BSD Jadi PSN, Kemenko Perekonomian: Tak Ada Politisasi !
Kritik terhadap Ketimpangan Sosial dan AMDAL
FTA menyoroti bahwa pembangunan kawasan mewah seperti PIK2 memperlebar kesenjangan sosial antara masyarakat kaya dan miskin di Jakarta. Selain itu, FTA mengkritik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek ini yang dinilai tidak transparan dan tidak memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan lingkungan.
“Keputusan besar seperti ini diambil tanpa melibatkan masyarakat yang terdampak langsung. Aspirasi warga diabaikan,” tegas Donny Handricahyono, Ketua Harian FTA.
Tuntutan FTA
FTA mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah dan pihak terkait:
1. Menolak proyek PIK2 dijadikan PSN karena hanya menguntungkan swasta dengan mengorbankan rakyat.
2. Mendesak Menteri Koordinator Perekonomian mencabut peraturan mengenai status PSN untuk proyek ini.
3. Mengimbau masyarakat terdampak untuk tetap bertahan memperjuangkan hak mereka.
4. Meminta perangkat desa, kecamatan, dan kabupaten, serta aparat keamanan bersikap netral, tidak berpihak kepada kepentingan konglomerat.
5. Menyerukan pihak kepolisian untuk tidak melakukan intimidasi atau kriminalisasi terhadap aktivis, nelayan, masyarakat terdampak, maupun tokoh nasional seperti M. Said Didu yang mendukung perjuangan warga.
FTA mengingatkan bahwa pembangunan yang mengabaikan prinsip keadilan sosial hanya akan menciptakan ketimpangan yang semakin dalam.
“Kami menyerukan seluruh pihak untuk mengedepankan kepentingan rakyat dan memastikan bahwa pembangunan dilakukan secara adil dan berkelanjutan,” pungkas Ida N. Kusdianti, Sekretaris Jenderal FTA