KoranMandala.com – Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi lahan Kebun Binatang Bandung. Kedua tersangka adalah S dan RBB, pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sejak 2022 hingga sekarang.
Lahan Kebun Binatang Bandung seluas 140.228 meter persegi adalah aset milik Pemkot Bandung sejak 2005. Pada 30 November 2007, perjanjian sewa-menyewa lahan antara Pemkot Bandung dan yayasan tersebut resmi berakhir.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jawa Barat, Nur Sricahyawijaya, SH, MH, keduanya diduga menguasai dan memanfaatkan lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tanpa hak.
Proses Hukum Sengketa Tanah Dago Elos: Polda Jabar Serahkan Tersangka ke Kejati
“Sejak 2022 hingga 2023, pendapatan dari pemanfaatan Kebun Binatang Bandung tidak disetor ke kas daerah. Tentu menyebabkan kerugian negara yang signifikan,” ungkap Nur dalam siaran pers.
Namun, yayasan tetap memanfaatkan lahan tanpa menyetor pendapatan ke kas daerah milik Pemkot Bandung. Dari 2022 hingga 2023, Yayasan Margasatwa Tamansari tidak membayar sewa lahan yang wajib disetor ke Pemkot Bandung.
Hal tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 25 miliar berdasarkan nilai sewa dan pajak yang belum dibayarkan. S diduga menggunakan dana sebesar Rp 16 miliar untuk keperluan pribadi dari hasil sewa lahan tersebut.
RBB diduga menikmati dana sebesar Rp 600 juta dari hasil sewa lahan yang digunakan secara tidak sah. Pada 2017-2020, S dan RBB juga menerima dana Rp 6 miliar dari penyewa, John Sumampauw. Pada 25 November 2024, Kejati Jabar memeriksa kedua tersangka selama enam jam sebelum menetapkan mereka sebagai tersangka.
S dan RBB ditahan di Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 hari ke depan. Penahanan berlaku sejak 25 November 2024 hingga 14 Desember 2024 untuk kepentingan penyidikan kasus ini.
Kejati Jabar mengenakan pasal terkait tindak pidana korupsi, yaitu Pasal 2 ayat (1) joUndang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kejati Jabar berkomitmen mendalami kasus ini hingga tuntas demi memulihkan kerugian negara akibat penyalahgunaan aset daerah.